*

*

Ads

FB

Sabtu, 03 September 2016

Pedang Kayu Harum Jilid 175

Sambil tersenyum Keng hong menangkis dengan Siang-bhok-kiam dan kedua orang yang sama saktinya ini sudah bertanding hebat. Juga Pat-jiu Sian-ong biarpun mengenal nyanyian itu namun tidak tahu mengapa pemuda aneh ini menyanyikannya dalam saat seperti itu, sudah menggerakkan senjata hudtimnya menyerang Biauw Eng yang menghadapinya dengan sambaran sabuk sutera putih.

Kiang Tojin adalah seorang ahli Agama To, tentu saja mengenal sajak itu. Kalau saja dia belum mempelajari kitab Thai-kek Sin-kun yang belum lama ini dia terima dari Keng Hong, agaknya dia pun akan sukar sekali menangkap apa yang dimaksudkan oleh pemuda itu. Akan tetapi kini dia mengerti dan diam-diam dia kagum sekali karena melihat akan tepatnya "nasihat" yang diberikan pemuda lihai itu untuk memberi petunjuk kepadanya menghadapi lawan

Pak-san kwi-ong adalah seorang tokoh utara yang memiliki kepandaian dahsyat namun liar dan ganas, mengandalkan senjata ampuh dan tenaga kuat. Kini, seperti juga Kiang Tojin, dia sudah terluka hebat. Kalau saja kakek hitam ini tidak yakin benar bahwa Kiang Tojin sudah terluka parah, tentu dia tidak berani menantang dengan nekat. Kini melihat keadaan lawan yang kelihatan lebih lemah, dia sudah menerjang cepat dengan mengayun tengkoraknya yang tinggal sebuah.

Kiang Tojin cepat mengelak dengan gerakan ringan sekali dan sebentar saja tosu ini sudah terdesak hebat oleh lawan yang kelihatannya tergesa-gesa hendak cepat merobohkan dan membunuh lawan agar dia dapat beristirahat dan melanjutkan usahanya mengobati luka di dalam dadanya. Namun semua serangannya dapat dihindarkan oleh Kiang Tojin dengan mudah dan pada serangan ke tiga, Kiang Tojin menangkis dengan pedangnya.

"Tranggg...”

Semua orang gagah terkejut menyaksikan betapa pedang di tangan Kiang tojin terpental lepas dari tangan tosu itu. Pak-san Kwi-ong tertawa girang dan memutar senjatanya lebih dahsyat lagi untuk merobohkan Kiang Tojin yang kini bertangan kosong.

Akan tetapi Keng Hong yang melayani Cui Im sempat melirik dan diam-diam dia menjadi girang karena ketua Kun-lun-pai itu dapat menangkap maksudnya ketika memberi petunjuk melalui sajak tadi. Kini Kiang tojin hanya mengandalkan kelincahan tubuh berkat ginkang yang tinggi, mengelak ke sana-sini untuk menghindarkan sambaran tengkorak yang rantainya diputar-putar kuat-kuat oleh lawan.

Dengan hati lega dan tidak mengkhawatirkan keadaan Kiang Tojin seperti para orang gagah yang memandang gelisah, Keng Hong melirik ke arah Biauw Eng dan dia menjadi kagum bukan main. Ternyata Biauw Eng sekarang jauh bedanya dengan Biauw Eng dahulu! Gerakan sabuk suteranya mengandung tenaga hebat, gerakannya lebih ringan dan jurus-jurus serangannya amat aneh.

Pat-jiu Sian-ong sudah tidak berani memandang rendah lagi dan pertandingan antara mereka ini seru sekali dalam keadaan berimbang. Betapa Pat-jiu Sian-ong takkan menjadi bingung kalau melihat gerakan sepasang ujung sabuk sutera yang berubah menjadi sinar putih bergulung-gulung dan membentuk lingkaran-lingkaran itu dan kadang-kadang menyerang tanah, kadang-kadang malah bermain di atas kepala gadis itu sendiri seperti hendak menotok tubuh sendiri, akan tetapi tiba-tiba melejit dan menotok ke arah jalan darah kematian kalau dia menjadi lengah dan heran?

Sementara itu, Cui Im mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk mengimbangi Keng Hong, namun dengan hati panas dan penasaran ia mendapat kenyataan bahwa gerakan-gerakan pemuda itu seluruhnya mengatasi gerakannya sendiri. Ia seolah-olah dihadapkan dengan benteng baja amat kuat yang tak mungkin ia tembusi dengan penyerangannya, sebaliknya dari dalam "benteng baja" itu keluar sinar-sinar yang menyerangnya secara tiba-tiba dan tak terduga-duga! Mulailah Cui Im marah-marah dan memaki-maki,






"Keng Hong, kau curang! Agaknya dahulu engkau tidak membaca sungguh-sungguh semua kitab itu! Banyak yang kau sembunyikan dariku!" ia memaki-maki dan menyerang terus kalang kabut.

Akan tetapi Keng Hong hanya tersenyum saja dan melayaninya seenaknya. Keng Hong tidak dapat cepat mengalahkan Cui Im, karena selain memang wanita ini amat lihai dan rapat menjaga tubuh, juga Keng Hong membagi sebagian perhatiannya kepada Biauw Eng untuk melindungi gadis itu kalau-kalau terancam bahaya di tangan Pat-jiu Sian-ong yang dia tahu amat lihai. Maka dia selalu memancing Cui Im untuk bertanding dekat kekasih hatinya itu.

Tepat seperti telah diperhitungkan oleh Keng Hong, terjadilah perubahan hebat dalam pertempuran antara Pak-san Kwi-ong dan Kiang Tojin. Sebetulnya tidak patut disebut pertempuran karena dalam pertandingan ini, Kiang Tojin sama sekali tidak pernah membalas serangan. Kelihatannya saja seolah-olah dia sudah terlalu lemas sehingga terdesak dan tidak sempat membalas, padahal memang tosu ini sengaja tidak mau balas menyerang, hanya mengandalkan ginkangnya untuk mengelak terus, membiarkan lawan menyerangnya makin hebat. Inilah petunjuk yang diberikan oleh Keng Hong dalam sajaknya tadi.

Yaitu agar Kiang Tojin menggunakan kekosongan. Ketua Kun-lun-pai ini segera dapat menangkap maksud Keng Hong. Mereka berdua sudah luka parah, luka di sebelah dalam tubuh dan pantangan besar bagi orang terluka di dalam tubuhnya untuk mempergunakan tenaga, apalagi tenaga sinkang karena tenaga ini akan membuat luka di dalam tubuh makin parah.

Karena itu, maka Keng Hong menganjurkan agar Kiang Tojin menggunakan kekosongan, berarti tidak menggunakan tenaga dan membiarkan lawan yang mempergunakan tenaga sebanyaknya dan dia sendiri hanya mengandalkan kegesitannya untuk mengelak tanpa mengerahkan tenaga.

Kini mulai tampak perubahan. Biarpun Kiang Tojin kelihatan didesak terus, namun dia masih tetap seperti semula, sebaliknya Pak-san Kwi-ong makin lama makin limbung, wajahnya yang hitam menjadi pucat sekali, matanya merah, mulutnya mengeluarkan buih dan kepalanya mengepulkan uap, kedua kakinya mulai menggigil dan serangan-serangannya mulai ngawur!

Pak-san Kwi-ong bukanlah seorang bodoh. Dia tahu bahwa dia telah menggunakan tenaga terlalu banyak sehingga luka di dadanya makin parah, napasnya sesak sekali dan seluruh isi dada dan perut terasa nyeri. Akan tetapi di samping kecerdikannya, dia memiliki watak yang kasar, liar dan ganas, watak seekor binatang buas. Ia penasaran melihat lawan yang seakan-akan tinggal injak saja begitu sukar dirobohkan, maka makin lama dia makin bernafsu sampai akhirnya dia terlambat menyadari kesalahannya.

Sambaran tengkoraknya makin lemah dan tiba-tiba dia merasa betapa kepalanya berdenyut-denyut, matanya gelap dan jantungnya seperti akan meledak. Ia masih menubruk maju dan menghantamkan tengkoraknya sekuat tenaga sehingga Kiang Tojin terkejut dan terpaksa meloncat ke belakang. Tubuh Pak-san Kwi-ong terjelungup ke depan dan robohlah raksasa hitam itu. Biarpun demikian, dia masih melakukan serangan dari bawah, tengkorak itu menyambar ke arah perut Kiang Tojin.

Ketua Kun-lun-pai ini cepat memutar tubuh, kakinya bergerak mendorong tengkorak dari samping. Tengkorak itu meluncur kembali ke bawah, ke arah muka Pak-san Kwi-ong seolah-olah hendak mencium muka raksasa hitam itu.

"Prokkk!"

Tengkorak pecah berantakan dan kepala Pak-san Kwi-ong juga pecah sehingga dia tewas seketika. Kiang Tojin meloncat ke belakang menghindarkan diri dari sambaran jarum-jarum yang meluncur dari dalam tengkorak, kemudain dia terhuyung dan cepat mundur ke rombongan, lalu duduk bersila dan memejamkan mata.

Melihat tewasnya Pak-san Kwi-ong, barulah Cui Im mengerti dan dengan marah ia berseru,

"Keng Hong, engkau manusia curang!" dan ia mempercepat serangan pedangnya.

Pat-jiu Siang-ong juga kaget menyaksikan tewasnya Pak-san Kwi-ong yang diandalkan. Ia mengeluarkan suara bersuit keras dan kini majulah semua pembantunya, menyerbu, bukan hanya pembantu tokoh-tokoh persilatan, juga pasukan yang menjadi anak buahnya mulai menyerbu dan memperketat pengurungan!

Cong San dan Yan Cu berseru keras, mencabut senjata dan menerjang ke depan menyambut lawan, diikuti oleh semua tokoh kang-ouw yang memang sejak tadi sudah siap-siap untuk bertempur dan membela diri.

Maka terjadilah perang tanding yang dahsyat dan tidak teratur lagi. Cong San dan Yan Cu mengamuk dan sebentar saja sudah merobohkan dua orang lawan, akan tetapi mereka segera dihadapi oleh Gu Coan Kok dan Hok Ku, dua orang iblis tembok besar yang lihai.

Menghadapi Coan Kok, Yan Cu terdesak, sebaliknya Cong San dapat membikin Hok Ku sibuk melindungi dirinya maka Cong San yang selalu memperhatikan Yan Cu segera bertanding sejajar dengan Yan Cu untuk melindungi gadis yang dicintanya itu.

Maka ramailah pertandingan antara empat orang itu, gerakan mereka cepat dan dahsyat sehingga yang lain-lain tidak sempat untuk mencampuri pertempuran ini. Dari fihak orang gagah, mengamuklah Thian Kek Hwesio, kedua Hoa-san Siang-sin-kiam, keempat orang kakek tokoh Kong-thong-pai, ketua Tiat-ciang-pang Ouw Kian, dan empat orang tosu yang menjadi sute Kiang Tojin.

Mereka ini dihadapi oleh kawan-kawan Pat-jiu Sian-ong yaitu Thian-te Siang-to keempat Pak-san Su-ong dan masih banyak tokoh kaum sesat dibantu oleh ratusan orang anak buah Pat-jiu Sian-ong.

Melihat betapa fihak Kiang Tojin terdesak hebat karena memang jauh kalah besar jumlahnya, Keng Hong menjadi khawatir. Untuk cepat-cepat mengalahkan Cui Im bukan merupakan hal yang mudah, maka tiba-tiba tubuhnya melesat mengirim serangan ganas dengan Siang-bhok-kiam.

Cui Im menangkis akan tetapi ia terpekik dan mencelat ke belakang karena tenaga sinkangnya jauh kalah kuat. Kesempatan itu dipergunakan oleh Keng Hong untuk meloncat ke dekat Biauw Eng yang masih bertanding ramai sekali melawan Pat-jiu Sian-ong. Keng Hong langsung menyerang dengan tusukan Siang-bhok-kiam sehingga terdengar suara bercuit nyaring dan tampak sinar hijau yang amat terang dan cepat menyambar leher Pat-jiu Sian-ong.

Kakek ini mendengus, dengan gugup melihat cepat dan kuatnya serangan ini telah mengebutkan hudtimnya menangkis Siang-bhok-kiam dan terus membelit ujung pedang itu untuk merampasnya. Akan tetapi saat yang hanya setengah detik itu dipergunakan dengan tepat oleh Biauw Eng,. Sabuk suteranya berubah kaku dan menusuk perut Pat-jiu Sian-ong.

"Crottt!"

Sabuk sutera yang telah berubah kaku oleh tenaga sinkang itu menembus perut kakek kate itu. Pat-jiu Sian-ong mengeluarkan teriakan kaget, matanya terbelalak seolah-olah tidak percaya ke arah perutnya, akan tetapi tiba-tiba Keng Hong yang sudah berhasil menarik pedangnya, menusukkan Siang-bhok-kiam menembus dada kakek itu.

"Aihhhhh...!!"

Pat-jiu Sian-ong memekik dan hudtimnya menyambar ke arah Biauw Eng. Namun gadis ini sudah menarik kembali ujung sabuk pada hudtim sehingga bulu kebutan itu tertarik pedang Siang-bhok-kiam berkelebat lagi dan hudtim itu patah menjadi dua!

Putusnya kebutan itu agaknya berbareng dengan putusnya napas Pat-jiu Sian-ong, tubuhnya terkulai, roboh dan dari perut dan dadanya keluar darah yang memancar deras.

Cui Im menjerit,
"Keng Hong, manusia curang!"

Wanita ini sudah menerjang lagi dengan ganas. Keng Hong menangkis dengan pedang kayunya dan berkata kepada Biauw Eng,

"Kau bantulah teman-teman!"

Tanpa diperintah dua kali, Biauw Eng lalu mengamuk dan membantu Cong San dan Yan Cu. Keng Hong melanjutkan pertempurannya melawan Cui Im. Diam-diam harus dia akui bahwa andaikan dia tidak mempelajari Thai-kek Sin-kun, agaknya amat sukar baginya untuk mendapatkan kemenangan melawan Cui Im yang benar-benar amat ganas pedang merahnya ini.

Pantas saja gadis ini berani menamakan diri Ang-kiam Bu-tek Pedang Merah Tanpa Tanding, karena memang pada masa itu, agaknya sukarlah dicari lawan yang dapat menandingi ilmu pedang gadis ini. Bahkan sekarang pun agaknya tidak akan mudah baginya untuk merobohkan Cui Im tanpa membunuhnya. Dan sukarnya Keng Hong tidak tega untuk membunuh Cui Im!

Dia bukannya tidak ingat akan semua perbuatan jahat wanita ini terhadap dirinya, akan tetapi ada beberapa hal yang tak dapat dilupakan Keng Hong dan yang membuatnya tidak tega untuk membunuhnya, yaitu pertama mengingat akan cinta kasih wanita ini terhadap dirinya. Ke dua, karena betapapun juga, setelah sama-sama mempelajari ilmu peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, sedikitnya Cui Im boleh dikatakan saudara seperguruan dengannya. Ketiga, kalau saja Cui Im tidak menipunya di dalam tempat rahasia di batu pedang, belum tentu dia akan dapat menemukan dan mempelajari kitab peninggalan Thai Kek Couwsu sehingga secara tidak langsung, Cui Im lah yang berjasa!

Oleh karena itu, Keng Hong hanya mau merobohkan Cui Im tanpa membunuhnya dan hal ini benar-benar amat sukar karena serangan-serangan biasa saja mana mampu mengalahkan Cui Im?

Maka dia lebih banyak bertahan dan membela diri sambil menanti kesempatan baik untuk merobohkan lawannya yang tangguh ini tanpa membunuhnya.

Pedang Kayu Harum







Tidak ada komentar: