*

*

Ads

FB

Senin, 19 September 2016

Petualang Asmara Jilid 011

“Paman, saya dan suami saya tidak mau dilindungi dengan cara menyogok! Kalau memang kami bersalah, kami rela dihukum! Akan tetapi kalau kami tidak bersalah, kami siap melawan siapa saja yang hendak melakukan tindakan sewenang-wenang! Sekarang juga saya mau menghadap Ma-taijin menuntut keadilan!”

Tanpa menanti jawaban, Yan Cu berlari meninggalkan Liok Sui Hok yang berdiri bengong dan menggeleng kepala, menarik napas panjang berkali-kali. Dia maklum bahwa keponakannya, Yap Cong San, adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang berkepandaian tinggi sekali, sedangkan isterinya, yang cantik jelita itu bukan hanya ahli dalam pengobatan, akan tetapi juga memiliki ilmu silat yang amat lihai.

Celaka, pikirnya, tentu akan terjadi keributan. Dan lebih celaka lagi adalah nasib yang dihadapi Ma-taijin! Kakek itu maklum bahwa kalau keponakan dan mantu keponakannya itu mengamuk, tidak ada seorang pun di antara jagoan-jagoan pengawal kepala daerah akan mampu menandingi mereka.

“Hemm... orang-orang muda... kurang perhitungan, asal berani dan kuat saja... hemm, kemana perginya Kun Liong cucuku?”

Sambil menggeleng-geleng kepalanya yang penuh uban, kakek itu melangkah perlahan-lahan, pulang ke rumahnya sendiri.

Dengan menggunakan ilmunya berlari cepat, tidak mempedulikan seruan-seruan dan pandang mata penuh keheranan dari para penduduk Leng-kok yang kebetulan melihat nyonya ini berlari demikian cepatnya seperti terbang, Yan Cu menuju gedung kepala daerah yang berada di ujung kota sebelah utara. Sebuah rumah gedung yang mewah dan megah, paling besar di dalam kota Leng-kok.

“Berhenti!!”

Seorang penjaga pintu gerbang di depan gedung itu membentak, dan lima orang kawannya sudah muncul ke luar dari tempat penjagaan menghadapi Yan Cu dengan tombak ditodongkan.

Ketika mereka mengenal nyonya itu, timbul dua macam perasaan yang tampak dalam sikap mereka yang ragu-ragu. Mereka itu sedikit banyak merasa segan dan menghormat nyonya cantik jelita yang sudah terkenal banyak menolong orang sakit di kota Leng-kok ini, bahkan di antara mareka tidak ada seorang pun yang tidak pernah ditolong, ketika seorang diantara keluarga mereka atau mereka sendiri sakit. Di samping ini, mereka juga sudah tahu bahwa suami nyonya ini telah ditahan dan dimasukkan dalam rumah penjara, dijaga ketat atas perintah Ma-taijin sendiri dengan tuduhan memberontak dan bersekutu dengan Pek-lian-kauw!

Tuduhan yang amat berat dan menakutkan, sehingga tidak ada seorang pun di antara para penjaga ini yang berani memperlihatkan sikap yang lunak dan bersahabat terhadap seorang sekutu Pek-lian-kauw karena khawatir dituduh bersekutu pula.

"Eh... Toanio... hendak ke manakah?” Komandan jaga, yang berkumis tebal dan bertubuh tinggi besar, menegur ragu-ragu.

“Aku hendak bertemu dan bicara dengan Ma-taijin!” jawab Yan Cu singkat.






“Tapi... tapi...”

Komandan jaga itu membantah, makin meragu, dan bingung karena dia maklum bahwa kalau dia melapor ke dalam tentu dia akan didamprat oleh atasannya.

“Tidak ada tapi, tinggal kau pilih. Kau melapor ke dalam minta Ma-taijin keluar menyambutku, atau aku yang akan langsung masuk mencarinya sendiri di dalam gedungnya!”

“Wah, Toanio membuat kami susah payah. Menemui Ma-taijin tentu saja tidak begitu mudah. Kalau memang Toanio ada keperluan dan hendak menghadap, harap suka membuat surat permohonan dan besok siang setelah Ma-taijin berada di kantornya, Toanio boleh saja menghadap melalui peraturan biasa. Sekarang, sudah malam begini...”

“Dia pun hanya manusia biasa, mengapa aku tidak bisa bertemu dan bicara dengan dia sekarang juga? Sudahlah, biar aku mencarinya sendiri!”

Yan Cu melangkah memasuki halaman depan gedung itu, akan tetapi enam orang penjaga itu sudah melompat ke depan, menghadangnya dengan tombak di tangan dipalangkan menghalang majunya nyonya itu.

“Toanio, kami tidak bermaksud bersikap kasar terhadap seorang wanita, apalagi terhadap Toanio. Akan tetapi, jangan Toanio mendesak kami dan membuat kami tersudut..., kami hanya memenuhi kewajiban kami...”

“Minggirlah!”

Yan Cu berseru nyaring, kedua tangannya bergerak secepat kilat ke kanan kiri dan enam orang penjaga itu roboh terpelanting ke kanan kiri seperti segenggam rumput tertiup angin! Ketika mereka merangkak bangun dengan mata terbelalak mencari-cari, ternyata bayangan nyonya itu telah lenyap dari situ!

Dengan cepat sekali, setelah berhasil merobohkan enam orang penjaga dengan sekali dorong, Yan Cu meloncat ke depan, langsung dia menyerbu ke ruangan depan gedung yang megah itu. Akan tetapi, baru saja kedua kakinya yang tadinya melompat dari jauh itu menyentuh lantai, belasan orang penjaga telah muncul dan menghadangnya dengan golok di tangan.

Komandan pengawal di ruangan depan itu pun mengenal nyonya itu dan memang dia telah mendapat perintah dari atasan untuk berjaga-jaga dengan anak buahnya berhubung dengan ditangkapnya Yap Cong San. Mereka semua sudah mendengar bahwa tidak hanya Yap-sinshe yang pandai ilmu silat, juga isterinya adalah seorang pendekar wanita yang lihai.

“Tangkap isteri pemberontak!”

Komandan itu berseru dan anak buahnya yang berjumlah selosin orang itu telah bergerak mengurung Yan Cu dengan golok di tangan, sikap mereka mengancam sekali karena betapapun juga, mereka memandang rendah kalau lawannya hanya seorang wanita cantik seperti ini.

Biarpun mereka sudah mendengar bahwa wanita ini pandai main silat, akan tetapi mereka yang berjumlah tiga belas orang itu, ditambah lagi dengan para pengawal yang dipersiapkan di dalam menjaga keselamatan Ma-taijin, tentu saja tidak perlu merasa jerih terhadap seorang wanita!

Yan Cu mengerling ke kanan kiri, sikapnya angker penuh wibawa, sepasang pipinya yang halus itu menjadi merah dan matanya yang indah mengeluarkan sinar berkilat. Sudah bertahun-tahun dia hidup aman tenteram di samping suaminya, tidak pernah lagi mempergunakan ilmu silatnya untuk bertempur dan hampir lupa dia akan semua pengalamannya dahulu di waktu dia masih gadis, pengalaman yang penuh dengan pertempuran hebat dan mati-matian (baca ceritaPedang Kayu Harum ).

Sudah sebelas tahun dia tidak pemah memukul orang, dan tadi di pintu gerbang adalah gerakan pertama selama ini, gerakan untuk merobohkan orang sungguhpun dia merobohkan enam orang tadi bukan dengan niat membunuh, hanya cukup untuk membuat mereka tidak menghalanginya.

Kini, dikurung oleh belasan orang, timbul kembali semangat kependekarannya. Kini dia bergerak untuk membela suaminya, jangankan hanya belasan orang pengawal biar ada barisan setan dan iblis sekalipun dia tidak akan menjadi gentar dan akan dilawannya! Timbulnya semangat ini menimbulkan pula kegembiraannya! Kegembiraan yang hanya dapat dirasakan oleh seorang pendekar, atau seorang tentara dalam medan perang yang sudah kebal akan rasa takut.

“Apakah kalian sudah bosan hidup?” pertanyaan ini keluar dari mulutnya dengan suara halus, seperti suara seorang ibu menegur anaknya, akan tetapi nadanya mengandung penghinaan dan sindiran. “Aku mau bertemu dan bicara dengan Ma-taijin! Dia mau atau tidak harus menjumpai aku, dan kalau kalian hendak mencoba menghalangiku, jangan persalahkan aku kalau kaki tanganku yang tidah bermata akan membuat kalian jatuh untuk tidak bangun kembali!”

“Tangkap pemberontak sombong!”

Komandan yang bertubuh tinggi gendut itu mukanya penuh bopeng bekas penyakit cacar itu kembali berteriak. Komandan ini adalah seorang perwira pengawal baru yang datang dari kota raja. Dia belum mengenal Yap-sinshe dan isterinya, maka dia pun tidak merasa sungkan terhadap suami isteri itu seperti yang dirasakan oleh banyak pengawal yang telah mengenal dan sedikit banyak berhutang budi kepada mereka.

Dua belas orang anak buahnya yang semua bersenjata golok karena memang mereka adalah anggauta pasukan bergolok besar, segera maju menyerbu, namun mereka itu masih merasa sungkan, hanya menggerakkan tangan kiri yang tidak bersenjata, berlumba menangkap nyonya yang biarpun usianya sudah tiga puluh tahun namun masih amat cantik jelita dan kelihatan seperti seorang dara berusia dua puluh tahun saja!

Dahulu, ketika masih dara remaja, Gui Yan Cu mempunyai watak halus namun jenaka dan juga tegas menghadapi penjahat atau musuh. Akan tetapi, sekarang, setelah sepuluh tahun lebih menjadi isteri Yap Cong San, setelah dia menjadi seorang ibu dan sudah lama tidak pernah bertempur atau bermusuhan, biarpun dia masih memiliki keberanian dan ketegasan bertindak, namun hatinya menjadi makin lembut dan dia tidak tega untuk menjatuhkan tangan besi terhadap para pengawal ini.

Dia bukan seorang dara muda yang ganas lagi, yang berpemandangan sempit dan suka merobohkan orang tanpa perhitungan lagi. Dia kini berpemandangan luas dan jauh, maka dia maklum bahwa semua pengawal ini hanyalah menjalankan tugas masing-masing, sama sekali tidak mempunyai permusuhan pribadi terhadap dirinya atau suaminya.

Melihat cara mereka bergerak menyerbunya, tidak menggunakan golok melainkan menggunakan tangan kiri untuk menangkapnya saja sudah membuktikan bahwa mereka itu sedikit banyak mempunyai rasa segan terhadap dirinya. Hal ini mengurangi banyak nafsu amarahnya dan meniup lenyap niatnya memberi hajaran keras kepada mereka.

Melihat semua orang menubruk maju, Yan Cu menggerakkan kedua kakinya menekan lantai dan tiba-tiba tubuhnya melesat dan meluncur ke atas, melewati kepala mereka dan gegerlah para pengawal yang saling tubruk dan saling pandang karena tahu-tahu “burung” di tengah yang mereka kurung tadi telah terbang lenyap begitu saja! Cepat-cepat mereka membalikkan tubuh mencari-cari dan berlari-larian menyerbu ke arah komandan gemuk mereka yang berteriak-teriak kesakitan karena sedang ditampari oleh Yan Cu, seperti seorang anak kecil yang nakal dipukuli ibunya!

“Plak! Plak! Plak!”

Kedua pipi komandan gendut itu menjadi bengkak-bengkak dan dari ujung kedua bibirnya mengalir darah yang keluar dari bekas tempat gigi yang coplok!

Yan Cu menendang tubuh komandan Itu yang terlempar dan terbanting mengaduh-aduh meraba kedua pipinya dengan kedua tangan, matanya terbelalak memandang kepada nyonya itu karena dia masih kaget dan heran akan serangan itu.

Tadi dia melihat betapa tubuh nyonya itu melayang melalui kepala para pengepungnya, menyambar ke arahnya. Dia cepat menggerakkan golok menyambut dengan bacokan ke arah muka nyonya itu, akan tetapi entah bagaimana, tahu-tahu goloknya direnggut lepas dari pegangannya, dan seperti kilat menyambar-nyambar, kedua tangan nyonya itu telah menggaplok kedua pipinya sampai matanya menjadi gelap dan berkunang-kunang!

“Biarlah itu menjadi pelajaran bagimu agar jangan lancang menggunakan mulut!” Yan Cu berkata.

Akan tetapi pada saat itu, dua belas pengawal yang melihat betapa komandan mereka ditampari dan dirobohkan, menjadi terkejut sekali dan terpaksa mereka kini menerjang maju dengan golok besar mereka di tangan. Kalau mereka tidak menyerang dengan sungguh-sungguh, tentu mereka akan ditegur dan dihukum, disangka menaruh kasihan dan membela seorang isteri pemberontak!

Terjadilah pengeroyokan yang kacau balau, diseling suara hiruk-pikuk teriakan-teriakan mereka. Yan Cu melompat ke sana-sini mengelak sambaran-sambaran golok, kemudian dengan sentuhan ujung kaki mengenai pergelangan tangan seorang pengeroyok cukup membuat jari tangan itu memegang terbuka dan goloknya terlepas.

Yan Cu menyambar golok ini dan terdengarlah suara berdenting-denting nyaring disusul teriakan-teriakan para pengeroyok karena begitu nyonya itu menggerakkan goloknya menghadapi para pengeroyok, dalam beberapa jurus saja, empat batang golok yang kena ditangkis terlempar ke sana-sini, dua orang lagi terpaksa melepaskan golok karena lengan mereka tergores ujung golok Yan Cu dan berdarah sungguhpun bukan merupakan luka yang parah.

Dalam sekejap mata saja tujuh orang pengeroyok, dibuat tidak berdaya. Tentu saja lima orang yang lain menjadi gentar, dan dengan muka pucat mereka itu masih mengurung tanpa berani bergerak!

Pada saat itu terdengar bentakan-bentakan dan muncullah puluhan orang pengawal dari dalam, diikuti oleh Ma-taijin sendiri! Pembesar ini tentu saja berani keluar dari kamarnya karena dia dijaga oleh empat puluh orang pengawal dan berkepandaian tinggi! Dengan sikap tenang akan tetapi nyata menyinarkan kemarahan dia mengikuti pasukan pengawal itu keluar ke ruangan depan,

“Tangkap pemberontak itu!” Terdengar Ma-taijin sendiri mengeluarkan aba-aba,

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: