*

*

Ads

FB

Kamis, 13 Oktober 2016

Petualang Asmara Jilid 070

Kun Liong merasa betapa ada angin dahsyat menyambar, biarpun tangan itu masih jauh, sudah terasa angin pukulannya, membuat kulit kepala yang kena sambar terasa dingin. Cepat dia secara otomatis menundukkan kepalanya dan menyelinap ke kiri. Keng Hong sudah melanjutkan serangannya dengan pukulan-pukulan dahsyat yang datangnya bertubi-tubi dan setiap pukulan mengeluarkan angin dahsyat.

Bukan main kagum dan kagetnya hati Kun Liong. Belum pernah selamanya dia melihat gerakan serangan yang demikian dahsyatnya. Namun dia tidak diberi kesempatan untuk berpikir karena serangan itu terus datang bertubi-tubi. Kun Liong mengerahkan gin-kangnya dan mengelak kesana kemari dengan kecepatan laksana seekor burung walet. Tubuhnya mencuat kesana-sini untuk menghindarkan diri. Akan tetapi ternyata kecepatan gerakannya dapat diimbangi oleh Keng Hong sehingga akhirnya, mau tidak mau Kun Liong dipaksa untuk menangkis, karena kalau hanya mengandalkan kecepatan mengelak saja tidak cukup dan tentu dia akan kena dipukul.

“Duk! Plak! Dukkk!”

Tiga kali berturut-turut Kun Liong menangkis dan karena dia maklum bahwa pukulan-pukulan yang membawa angin dahsyat itu tentu mengandung sin-kang yang amat kuat, maka dia pun mengerahkan sin-kangnya dan menggunakan ilmu Pek-in--ciang (Tangan Awan Putih) yang dipelajarinya dari Tiang Pek Hosiang.

Ketika kedua tangan bertemu, dari tangan Kun Liong mengepul uap putih dan benturan tangan itu hanya membuat Kun Liong tergoyang-goyang tubuhnya, akan tetapi Keng Hong juga merasa betapa tangannya tergetar.

“Bagus!”

Dia memuji dengan kagum dan kini ilmu silatnya berubah. Tadi pendekar sakti itu telah mainkan San-in-kun-hoat yang ampuh, akan tetapi karena ilmu silat ini hanya delapan jurus, biarpun merupakan ilmu silat tinggi namun masih kurang dapat untuk dipakai mendesak agar pemuda itu balas menyerang! Inilah yang dikehendaki Keng Hong. Dia masih tidak percaya apakah Kun Liong akan sanggup mempertahankan pendiriannya, tidak akan menyerang orang! Maka dia berusaha memaksa pemuda itu untuk mengeluarkan kepandaian, selain bertahan, juga balas menyerang. Dan ternyata San-in-kun-hoat tidak berhasil memaksa pemuda itu membalas.

“Aihhh...!”

Kun Liong terkesiap ketika melihat perubahan gerakan supeknya. Ilmu silat yang dimainkan supeknya ini aneh sekali, gerakannya sederhana, akan tetapi daya serangnya ampuh dan dahsyat sekali. Kadang-kadang gerakan supeknya lambat saja, namun angin pukulan yang datang lebih dahsyat daripada tadi. Itulah Thai -kek-sin-kun!

Namun Keng Hong benar-benar dibuat kaget. Pemuda itu masih mampu mempertahankan diri dan dia mengenal dasar-dasar Pat-hong-sin-kun dari Bun Hoat Tosu, kemudian Im-yang Sin-kun yang hanya dia kenal dasarnya saja karena kedua ilmu itu agaknya telah diubah dan diperbaiki oleh kedua orang kakek sakti itu sehingga menjadi ilmu yang amat hebat.

Hawa yang kuat sekali berputaran di sekitar diri Kun Liong ketika pemuda itu mainkan ilmu-ilmu itu dengan kedua tangan selalu diisi dengan sin-kang Pek-in-ciang. Selama seratus jurus Keng Hong menyerang, dan uap putih yang tadi hanya mengepul dari kedua tangan Kun Liong, kini mengepul dari tubuh dan kepalanya yang gundul, mendatangkan kekuatan yang makin dahsyat. Hebatnya, sampai seratus jurus lebih, belum pernah satu kali pun Kun Liong membalas!






Keng Hong maklum bahwa kalau dia menggunakan gerakan maut, tentu pemuda itu terpaksa akan membalas untuk mempertahankan diri, akan tetapi percobaan ini terlalu berbahaya bagi pemuda itu. Maka dia menggunakan akal terakhir, yaitu Ilmu Thi-khi-i-beng!

Sebagai seorang ahli yang memiliki kesaktian, tentu saja tidak ada bahayanya lagi bagi pendekar ini menggunakan Thi-khi-i-beng. Dahulu, sebelum dia menjadi ahli, ilmu ini amat mengerikan. Siapa saja yang terkena betotan ilmu Thi-khi-i-beng, sin-kangnya akan tersedot dan Keng Hong sendiri tidak mampu menghentikannya sampai lawan tersedot habis tenaganya dan tewas! Kini tentu saja dia dapat menggunakan sesuka hatinya dan mengaturnya sehingga sewaktu-waktu dapat menghentikan daya sedot ilmu itu.

“Awassss...!”

Serunya lagi sambil memukul dengan kecepatan yang tidak memungkinkan Kun Liong mengelak, kecuali menangkis.

“Plakkk! Hyaaaat!”

Kun Liong mengeluarkan teriakan melengking ketika merasa betapa lengannya menempel pada lengan lawan dan tenaga sin-kangnya molos keluar. Sambil melengking itu dia menggunakan sin-kang yang dipelajarinya dari Bun Hoat Tosu dahulu, yaitu yang mempunyai tenaga membetot dan yang oleh kakek sakti itu sengaja diciptakan untuk menghadapi Thi-khi-i-beng yang kabarnya tidak ada lawannya di dunia ini.

“Eiiihhhh...!!” Kini Keng Hong yang berteriak saking kaget dan herannya.

Pemuda itu mampu membebaskan lengannya dari sedotan Thi-khi-i-beng! Bukan main! Sukar untuk dapat dipercaya! Saking kaget dan herannya, dia menghentikan serangannya dan meloncat mundur.

Kun Liong merasa lega sekali. Napasnya sudah senin kemis, dan dia harus mengakui bahwa kalau saja yang menyerangnya seperti itu bukan supeknya, sudah sejak tadi dia terpaksa balas menyerang untuk menyelamatkan diri. Dia cepat menjatuhkan diri berlutut di depan supeknya dan berkata,

“Terima kasih atas kemurahan Supek dan maafkan teecu.”

Dengan sinar mata penuh selidik Keng Hong bertanya,
“Siapakah yang mengajarkan kepadamu cara membetot seperti tadi? Apakah mendiang Tiang Pek Ho-siang?”

Kun Liong menggeleng kepala.
“Bun Hwat Totiang-locianpwe yang mengajar teecu.”

Keng Hong mengangguk-angguk dan hatinya lega. Kakek sakti bekas Ketua Hoa-san-pai itu memang seorang yang berilmu tinggi sekali, dan agaknya kakek itu dalam usia tuanya masih merasa penasaran akan keampuhan Thi-khi-i-beng yang tidak ada lawannya maka diam-diam telah menciptakan sin-kang untuk menghadapi Thi-khi-i-beng dan menurun-kan ilmu mujijat itu kepada Kun Liong! Untung kepada Kun Liong!

“Pernahkah dia menyebut tentang Ilmu Thi-khi-i-beng kepadamu?”

Kun Liong tidak berani membohong.
“Pernah, Supek, dan memang sin-kang tadi dimaksudkan oleh beliau untuk menghadapi Thi-khi-i-beng.”

Keng Hong tertawa.
“Orang tua itu benar-benar tidak mau mengalah! Kun Liong, ilmu yang kau miliki itu memang hebat, akan tetapi tenagamu masih belum cukup untuk melawan aku jika aku benar-benar mengerahkan seluruh tenaga dalam ilmu Thi-khi-i-beng. Akan tetapi engkau telah berhasil memiliki dasar ilmu itu, berarti engkau memang berbakat baik sekali dan sekarang aku mengerti siapa yang dapat kuberi ilmu Thi-khi-i-beng, yaitu engkau sendiri!”

Kun Liong serkejut. Dia mendengar bahwa ilmu Thi-khi-i-beng adalah ilmu mujijat yang hanya dikuasai oleh supeknya ini dan tiada taranya di seluruh dunia persilatan. Dan kini supeknya hendak menurunkannya kepadanya!

“Terima kasih atas kepercayaan dan kebaikan Supek. Akan tetapi... bukankah semestinya ilmu ini supek berikan kepada Adik Giok Keng?”

Kembali di dalam hatinya, Keng Hong kagum. Ucapan itu saja sudah membuktikan behwa pemuda gundul itu benar-benar berani dan jujur. Berani karena ucapan itu dapat diartikan menolak! Dan jujur karena penolakan itu berdasarkan perasaaan tidak adil terhadap Giok Keng.

“Tidak, dia masih kurang berbakat dan tidak akan kuat menerimanya. Ilmu Thi-khi-i-beng bukan sembarangan ilmu. Akan membahayakan dunia, dan membahayakan orang itu sendiri kalau pemiliknya tidak memiliki dasar yang amat kuat, dan tidak memiliki watak pendekar sejati!”

Kun Liong merasa makin jerih.
“Supek... bukan teecu menolak, hanya teecu... teecu takut kalau-kalau teecu bukan pendekar sejati seperti yang Supek maksudkan... dan teecu tidak berani kelak menyia-nyiakan ilmu itu. Harap Supek pertimbangkan baik-baik.”

Keng Hong tertawa. Bocah ini memiliki bakat dan watak yang baik sekali, sayang sekali kurang kepercayaan kepada diri sendiri. Sikap ini memang baik, membuat orang tidak menyombongkan diri dan selalu rendah hati, akan tetapi juga menjadikannya seorang yang kurang tegas dan berani. Betapapun juga, dia tidak mempunyai pandangan orang lain dan agaknya memang tepat kalau dia menurunkan ilmunya kepada putera sumoinya dan sahabat baiknya ini.

“Bersiaplah engkau menerima ilmu Thi-khi-i-beng. Engkaulah pewaris satu-satunya karena ilmu ini tidak boleh dimiliki orang lain kecuali engkau dan kelak pun kalau engkau menurunkan ilmu ini tidak boleh kepada lebih dari satu orang saja.”

Kun Liong bertutut dan tidak membantah ketika disuruh duduk bersila di depannya. Di dalam hutan yang sunyi itu, Keng Hong memberikan ilmu yang mujijat itu kepada Kun Liong. Selain cara untuk mengemudikan hawa mujijat di dalam tubuh ini, Keng Hong harus mengoperkan sebagian dari hawa mujijat itu ke dalam tubuh Kun Liong, seperti yang dahulu dilakukan oleh gurunya kepadanya (baca ceritaPedang Kayu Harum ).

Dia menyuruh pemuda itu “membuka” tubuh-nya, yaitu siap menerima dan sedikit pun tidak boleh melawan, kemudian dia meletakkan kedua tangan di atas ubun-ubun kepala yang gundul dan mengerahkan sin-kang dan bagaikan air bah membanjir memasuki tubuh Kun Liong.

Pemuda gundul ini sampai roboh pingsan ketika pertama kali Keng Hong mengoperkan sin-kangnya. Kemudian sedikit demi sedikit dia dilatih mengemudikan hawa mujijat yang bergerak-gerak di dalam tubuhnya sampai dia dapat menguasainya dan mengurung hawa ini ke dalam pusarnya, membangkitkannya sewaktu-waktu. Juga dia dilatih cara bersamadhi untuk mengumpulkan hawa murni sebagai penambah kekuatan tenaga mujijat Thi--khi-i-beng di tubuhnya.

Sampai dua pekan lamanya dia berlatih di dalam hutan, sedangkan Keng Hong juga bersamadhi terus menerus untuk mengisi kembali tenaga mujijat yang sebagian dia “operkan” kepada Kun Liong.

Dua pekan kemudian, dua orang itu melanjutkan perjalanannya. Kun Liong masih agak pening oleh pengaruh kekuatan mujijat yang dimilikinya, mukanya agak kemerahan, sedangkan Keng Hong kelihatan agak pucat.

“Supek, mengapa kita pergi ke kota Ceng-to? Ada apakah di sana?” di tengah perjalanan Kun Liong bertanya.

“Kota Ceng-to berada di tepi Laut Timur, dan tempat itu kabarnya adalah menjadi tempat tinggal seorang di antara datuk-datuk kaum sesat yang menguasai bagian timur, yaitu Hek-bin Thian-sin Louw Ek Bu. Mengingat betapa Siauw-lim-si diganggu dua kali, pertama oleh orang Kwi-eng-pang dan kedua kalinya oleh putera Ban-tok Coa-ong, sangat boleh jadi kalau Lima Datuk kaum sesat yang tersohor itu sekarang mengadakan persekutuan. Hek-bin Thian-sin seorang di antara mereka, maka kiranya dia akan dapat memberi keterangan, karena tempatnya yang terdekat dari sini. Kedua kalinya, di Ceng-to terdapat banyak tokoh persilatan golongan putih maupun hitam, dan menjadi cabang besar dari Pek-lian-kauw, maka tepatlah kalau kita menyelidiki orang tuamu di sana. Diantara mereka agaknya tentu ada yang mendengar tentang ayah bundamu.”

Mendengar ucapan ini, giranglah hati Kun Liong dan ia makin kagum dan suka kepada supeknya. Tahulah dia bahwa supeknya adalah seorang yang budiman, gagah perkasa dan mulia. Pantas kalau ayah dan ibunya menjunjung tinggi supeknya ini!

Di dalam perjalanan, berkali-kaii Keng Hong mengajak Kun Liong berlatih dan dia girang sekali ketika mendapat kenyataan bahwa pemuda itu telah dapat menguasai Thi-khi-i-beng, sungguhpun tenaga menyedot itu belum sekuat dia. Melihat bakat pemuda itu, banyak harapan kelak pemuda ini akan lebih kuat daripada dia sendiri! Apalagi pemuda itu telah memiliki ilmu-ilmu tinggi dan pilihan dari dua orang kakek sakti.

“Kun Liong, apakah dahulu ayah bundamu tidak pernah bicara denganmu tentang perjodohan?”

“Perjodohan siapa, Supek?”

“Perjodohanmu, siapa lagi.”

“Ah, belum pernah, Supek.” Muka Kun Liong menjadi merah sampai ke kulit kepalanya.

“Jadi jelas bahwa engkau belum ditunangkan?”

“Belum.”

“Dan engkau sendiri, apakah telah mempunyai pilihan seorang dara untuk kelak menjadi jodohmu?”

Diberondong oleh pertanyaan-pertanyaan yang terus terang ini, Kun Liong menjadi gugup dan malu sekali.

“Be... belum, Supek. Teecu sama sekali tidak memikirkan tentang jodoh.”

Petualang Asmara







2 komentar:

Unknown mengatakan...

Mana lanjutannya min, y ampun lagi asiknya ini, tolong kasih infonya min, biar ngak penasaran, biar runtun pula

Unknown mengatakan...

Lanjutan sehabis jilid 70 ke 71nya, kayaknya ngak nyambung.