*

*

Ads

FB

Kamis, 10 November 2016

Petualang Asmara Jilid 123

Mendengar ucapan ini, Tok-jiauw Lo-mo tidak berani turun tangan. Disitu terdapat banyak perajurit dan juga terdapat Marcus yang tentu saja tidak suka kalau dia menyiksa pemuda ini untuk kepentingannya sendiri. Dia harus berlaku cerdik, dan tentu saja tidak ada selembar rambut pun di hatinya seperti kepala botaknya, untuk menyerahkan bokor emas yang aseli kepada Panglima The Hoo! Kalau sampai dia berhasil, tentu akan dibawanya kepada gurunya dan dinikmatinya bersama.

Ujung tongkatnya yang sebelah belakang, yang tumpul, bergerak cepat sekali dan tahu-tahu dia telah menotok punggung dan pinggul Kun Liong. Seketika pemuda ini merasa betapa kedua tangannya dan kedua kakinya menjadi lumpuh dan diam-diam dia mengutuk kakek ini yang amat cerdik. Kalau tidak ditotok seperti itu, betapa mudahnya mematahkan belenggu dan membebaskan diri. Sekarang dia benar-benar tidak berdaya dan terpaksa dia melemaskan tubuhnya untuk dibawa pergi oleh pasukan itu.

Malam itu, rombongan pasukan berhenti beristirahat di sebuah hutan. Mereka semua telah melakukan perjalanan jauh sehari suntuk dan semua merasa lelah. Setelah menghabiskan ransum yang dibagi-bagi, dan Kun Liong juga kebagian karena biarpun dia dibelenggu kaki tangan dan tubuhnya pada sebatang pohon namun di waktu makan tali yang membelenggu tangannya diperpanjang, maka para perajurit itu pergi tidur di bawah pohon-pohon.

Adapun Tok-jiauw Lo-mo dan Marcus, yang merasa bahwa Kun Liong takkan mampu berkutik lagi karena selain kedua tangannya tergantung dengan belenggu di batang pohon, kedua kakinya dan tubuhnya diikat erat dengan sebatang pohon, ditambah lagi totokan baru yang dilakukan oleh Lo-mo untuk melumpuhkan kedua kaki tangannya, mereka lalu tidur juga bersama komandan pasukan, di dalam sebuah tenda yang didirikan secara darurat.

Seperti biasa, para atasan tidur di dalam tenda sedangkan para perajurit menggeletak begitu saja di atas tanah. Hal ini sudah lajim terjadi di manapun juga, yang tinggi selalu enak dan bekerja ringan, yang rendah selalu kekurangan dan bekerja paling berat!

Yang menjaga tawanan dilakukan secara bergilir. Dua belas orang sekali menjaga dan mereka ini mengambil tempat duduk mengelilingi pohon di mana Kun Liong diikat. Karena mereka merasa bahwa tawanan itu pun tidak akan mampu lolos, maka mereka itu banyak yang duduk sambil melenggut-lenggut diserang kentuk, bahkan ada pula yang tidak tahan terus terguling rebah dan tidur mengorok!

Hawa amat dingin di malam itu dan api unggun dibuat di beberapa tempat untuk memperoleh penerangan juga untuk sekedar menghangatkan tubuh. Menjelang tengah malam, Kun Liong melihat berkelebatnya bayangan yang cepat sekali menyelinap di antara pepohonan, makin lama makin dekat, kemudian dengan gerakan yang amat mengagumkan hatinya karena cepatnya, bayangan itu berloncatan dan setiap kali loncat dekat seseorang tentu terus menotoknya dengan tepat dan membuat mereka pingsan seorang demi seorang dalam keadaan masih seperti semula. Yang jongkok tetap berjongkok, yang bersandar pohon dan yang rebahan tetap begitu pula. Kemudian bayangan itu berkelebat dan berada di depan Kun Liong.

Kun Liong memandang dengan takjub dan sejenak dia terpesona. Orang ini jelas seorang wanita yang pakaiannya seperti nikouw, memakai kerudung kepala, semua pakaian berwarna putih. Akan tetapi yang mempesonakannya adalah wajah orang itu. Wajah seorang dara masih amat muda dan luar biasa cantik jelitanya!

Alisnya melengkung seperti digambar, matanya seperti sepasang bintang pagi terlindung bulu mata yang lentik panjang, hidungnya mancung kecil dan mulutnya sama kecilnya dengan hidung, akan tetapi bibirnya penuh kemerahan, tubuhnya ramping dan biarpun pakaiannya kebesaran akan tetapi belum dapat menyembunyikan secara sempurna bentuk tubuh yang penuh lekuk-lengkung indah sekali.






Seorang dara yang benar-benar cantik jelita, akan tetapi anehnya menjadi nikouw dan kepalanya tentu gundul pelontos seperti kepalanya sendiri, sungguhpun kepala gundul dara ini tertutup kerudung putih!

“Engkau siapakah, Nikouw muda yang lihai...?” tanya Kun Liong.

“Sssttt...!”

Desis halus ini keluar dari mulut nikouw itu dan telunjuk tangan kirinya yang panjang meruncing itu menyentuh bibirnya sendiri. Dengan langkah ringan sekali dia meloncat ke depan pemuda itu dan dengan gerakan cekatan, jari-jari tangan yang halus lunak dan meruncing, yang agaknya hanya pantas untuk dipakai menulis sajak, melukis, menyulam atau mengobati orang terluka itu sekali renggut saja telah mematahkan semua tali yang mengikat kedua lengan, dan kaki Kun Liong!

Kembali hal ini merupakan demonstrasi sin-kang yang amat kuat di samping gin-kangnya tadi yang membuat dia bergerak seperti seekor burung dan totokan-totokannya yang lihai. Begitu tali-tali itu tidak mengikatnya, Kun Liong merosot dengan lemasnya karena dia telah tertotok lumpuh.

“Aihhh... kau kenapa...?”

Dengan lemas Kun Liong memandang penuh perhatian.
“Aku... agaknya aku pernah mendengar suaramu yang halus merdu itu... akan tetapi dimana, ya? Wajahmu yang cantik jelita seperti bidadari itu belum pernah aku melihatnya, mungkin hanya dalam mimpi naik ke sorga...”

“Hushhh!” Muka yang berkulit putih halus itu menjadi merah sekali. “Kau kenapa?”

“Tertotok pusat jalan darah ke lengan dan kaki terhenti, membuat lumpuh kaki tanganku.”

Tanpa banyak cakap lagi, jari-jari tangan yang halus itu menotok beberapa kali di kedua pundak di kedua pinggang kanan kiri dan seketika Kun Liong dapat bergerak lagi. Dia meloncat berdiri, menghadapi nikouw itu dan berkata,

“Kau hebat! Kau luar biasa sekali, Nona... eh, Suthai!”

“Dan kau tolol sekali membiarkan dirimu ditawan oleh mereka, Tuan... eh, Hwesio!”

“Wah, aku bukan hwesio!”

“Kau pun mengatakan aku nikouw!”

“Kan pakaianmu pakaian nikouw dan aku berani bertaruh bahwa kepalamu itu tentu gundul halus dan bersih sekali.”

“Kau juga gundul.”

“Tapi aku bukan hwesio, aku Yap Kun Liong orang biasa, orang sialan dangkalan yang selalu bernasib malang, akan tetapi juga orang berbintang terang karena selalu tertolong wanita-wanita cantik!”

“Engkau gundul tetapi bukan hwesio, apa kau kira kalau aku berpakaian nikouw dan gundul aku lalu seorang nikouw aseli?”

“Eh, eh! Apa ada nikouw palsu?”

“Tentu saja ada!”

“Mana?”

“Ini, yang berdiri di depanmu!”

Keduanya saling pandang dan perbantahan itu serasa lucu bagi mereka sehingga mereka tertawa kecil. Kun Liong masih celangap tertawa tapi segera suara ketawanya terhenti dan dia masih celangap memandang wajah dara itu.

Dara itu tersenyum simpul, cukup untuk memperlihatkan sedikit kilatan gigi dan cukup untuk menciptakan dua lesung pipit di kanan kiri pipinya. Manis sekali! Manis dan jelita membuat Kun Liong terpesona dan bengong terlongong karena dia harus mengakui bahwa selama hidupnya belum pernah dia bertemu dengan seorang dara secantik ini, belum pernah melihat wajah seperti itu, tiada cacatnya baginya, sempurna dan... dan... sukar dia mengatakan, pendeknya, tidak ada keduanya di dunia ini!

“Kenapa kita berbantahan tidak karuan? Hayo cepat ikut denganku. Kita harus cepat pergi dari sini.”

“Kenapa? Aku tidak takut! Dan terus terang saja, aku memang sengaja membiarkan diriku ditangkap agar dibawa ke depan Panglima The Hoo yang sudah kukenal baik. Aku tentu akan dibebaskan dan...”

“Bodoh! Kau kira aku tidak tahu itu semua? Sudah semenjak kau ditangkap aku mengintai dan membayangimu. Akan tetapi jangan mengira kau akan dibawa kesana, kau akan disiksa dan dipaksa mengaku di mana adanya bokor, kemudian setelah bokor terdapat, kau akan dibunuh.”

“Tak mungkin, pasukan itu adalah pasukan pemerintah...”

“Tapi kau tidak kenal siapa itu, Tok-jiauw Lo-mo. Gurunya... hemmm, lihai bukan main. Dan pemuda asing itu agaknya sekutunya. Mari kita pergi...”

Kun Liong terkejut.
“Tidak, aku akan menemui mereka. Akan kutanya secara terang-terangan mengapa mereka hendak mengkhianati Panglima The Hoo. Mereka harus dihajar dan kalau begitu, harus ditangkap dan dihukum!” Setelah berkata demikian, Kun Liong malah lari ke tenda dan berteriak-teriak, “Lo-mo setan tua, hayo ke sini kau bersama Marcus itu! Kalian mau berkhianat, ya?”

Tanpa mempedulikan lagi kepada nikouw muda itu yang membanting kaki gemas dan meloncat pergi ke dalam gelap, Kun Liong terus berteriak-teriak dengan penuh kemarahan.

Segera terjadi geger di tempat itu. Para perajurit terbangun, kecuali dua belas orang yang tertotok, dan komandan pasukan bersama Marcus dan Tok-jiauw Lo-mo juga berlari mendatangi. Melihat pemuda gundul itu telah bebas, belenggunya terputus semua dan dua belas orang penjaganya tertotok semua tak mampu bergerak, mereka menjadi terkejut dan semua orang sudah mengeluarkan senjata, siap untuk mengeroyok.

“Hai, komandan pasukan. Jangan kau percaya kepada dua orang ini!” Kun Liong menudingkan telunjunya ke arah Lo-mo dan Marcus. “Mereka ini hendak berkhianat. Mereka tidak akan membawaku kepada Panglima The Hoo, melainkan hendak menculikku dan mungkin membunuh kalian semua. Hayo tangkap mereka dan kita bersama pergi menghadap Panglima The Hoo, untuk minta keadilan!”

“Heh-heh-heh, bocah gundul kalau kau tidak tolol tentu kepalamu terisi otak yang miring!” Tok-jiauw Lo-mo berkata nyaring, “Aku yang telah menangkapmu, kalau aku hendak berkhianat apa aku memberi kabar kepada komandan? Hayo Ciangkun, kerahkan orang-orangmu menangkap kembali tawanan gila yang berbahaya ini!”

Sang Komandan tentu saja lebih percaya kepada Lo-mo, apalagi kepada Marcus yang sudah membagi-bagi uang emas, maka dia memberi aba-aba dan serentak Kun Liong diterjang dari seluruh penjuru!

“Heiii, orang-orang bodoh...! Kalian ditipu setan tua itu... wah, celaka ini!”

Kun Liong terpaksa mengelak ke sana sini dan mendorong-dorong dengan kedua tangannya. Robohlah belasan orang oleh angin dorongan kedua tangan, akan tetapi mereka bangkit lagi dan lebih banyak yang mengeroyoknya karena ketika mereka terbanting, mereka tidak mengalami luka apa-apa.

Marcus sudah mengeluarkan pistolnya, akan tetapi tidak sempat menembak karena Kun Liong “terlindung” oleh demikian banyak pengeroyoknya. Tok-jiauw Lo-mo sudah menggerakkan tongkat pendeknya yang berujung cakar setan, lalu maju menerjang pula.

Kun Liong memang tidak suka berkelahi, akan tetapi dikeroyok seperti itu tentu saja dia harus mempertahankan diri dan menghalau lawan tanpa melukainya. Akan tetapi ketika Lo-mo maju, dia terkejut dan hampir saja lehernya kena dicengkeram oleh cakar setan kalau dia tidak cepat-cepat menggulingkan diri dan bergulingan sambil menarik banyak kaki sehingga lima orang perajurit pengeroyoknya jatuh tumpang tindih!

“Tolol! Tolol!”

Tiba-tiba terdengar bentakan halus dan Marcus roboh tak bangkit lagi karena kena hantam kepalanya oleh tamparan tangan halus nikouw muda. Beberapa orang terpelanting dan ada yang terlempar ke atas pohon dilontarkan oleh tangan kecil itu, nikouw itu mengamuk menghampiri Kun Liong dan di tangannya terdapat sebuah saputangan putih yang digerakkan secara istimewa lihainya.

“Siuttt...!”

Ujung saputangan putih itu menangkap cakar setan sehingga serangannya terhadap Kun Liong terhalang. Kakek tinggi kurus itu terkejut sekali, membentak.

“Siapa kau!”

Akan tetapi nikouw muda itu tidak peduli, cepat melepaskan libatan saputangannya dan menyerang kakek itu dengan tamparan tangan kirinya. Pukulannya seperti pukulan biasa saja, seperti seorang wanita menampar muka seorang pria yang hendak berkurang ajar kepadanya, namun tamparan itu cepat dan mendatangkan angin tenaga sin-kang yang kuat, juga datangnya tidak langsung melainkan membentuk lingkaran.

“Aihhh...!”

Lo-mo terkejut dan meloncat ke belakang lalu membalas dengan gerakan tongkat cakar setannya, mengarah muka nikouw itu.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: