*

*

Ads

FB

Minggu, 13 November 2016

Petualang Asmara Jilid 138

Hong Ing cepat memutar pedangnya dan diam-diam dia terkejut karena ternyata olehnya bahwa biarpm kepandaiannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan mereka ini, namun sebagai anak buah, tingkat mereka itu sudah hebat dan jumlah mereka yang banyak membuat dia repot juga.

Apalagi karena senjata yang mereka pergunakan ada tiga macam, ada yang menggunakan pedang, ada yang mainkan golok dan ada pula yang bersenjata tombak gagang panjang dan mereka semua adalah ahli-ahli dalam mainkan senjata mereka.

Dia harus mengerahkan seluruh tenaga dan mainkan jurus-jurus yang terpilih dari ilmu pedangnya agar dapat melindungi diri dengan baik dan balas menyerang. Akan tetapi, setelah lewat seratus jurus lebih, dia hanya baru dapat melukai pundak dua orang pengeroyok dan ini bukan berarti dia menjadi ringan karena dua orang itu biarpun sudah terluka, masih terus ikut mengeroyoknya!

Mulailah Hong Ing merasa khawatir dan menyesal mengapa dia tidak menyerah saja tadi. Kalau sekarang, dia pantang menyerah sebelum kalah karena sudah terlanjur bertanding. Siapa tahu, mereka itu biarpun aneh bukanlah golongan jahat dan orang yang mereka sebut siocia itu kiranya seorang wanita sakti yang baik-baik! Dengan demikian, dialah yang kelihatan buruk, sebagai seorang melanggar “wilayah” yang melawan dengan kekerasan ketika ditegur dan hendak dihadapkan kepada yang berkuasa di daerah itu!

“Hi-hi-hi, bodoh kalian, mengeroyok seekor anjing gundul saja tidak mampu mengalahkannya. Mundurlah!”

Seruan ini disusul berkelebatnya bayangan merah dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang gadis berpakaian merah yang lebih cantik daripada tiga belas orang tadi, seorang gadis berusia dua puluhan tahun yang memegang sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya. Tiga belas orang yang mengeroyok Hong Ing tadi sudah mundur semua dan membentuk lingkaran lebar, berdiri sambil menonton.

Hong Ing memandang dara baju merah itu penuh perhatian, kemudian merangkapkan kedua tangan sambil berkata,

“Omitohud... agaknya Nona yang disebut Siocia oleh mereka tadi.”

Gadis itu tertawa terkekeh dan kagetlah hati Hong Ing melihat betapa gigi yang bentuknya bagus berderet rapi itu semua berwarna hitam, hitam mengkilap! Betapa sayang, pikirnya, gadis secantik itu giginya hitam semua. Dia tidak tahu bahwa warna giginya itulah yang menjadi kebanggaan gadis itu.

“Hi-hi-hik, bukan, Sukouw. Aku hanyalah Amoi, pelayan kedua dari Siocia. Pelayan pertama adalah Cici Acui. Mengapa engkau berkelahi dengan pasukan peronda kami?”

Hanya pasukan peronda! Dan hanya tiga belas orang dan dia tidak mampu menangkan mereka! Benar-benar hal ini membuat Hong Ing penasaran sekali. Dia sudah kepalang melawan, kalau sekarang berhadapan hanya dengan seorang pelayan saja dia bersikap mengalah, benar-benar amat memalukan. Lain lagi kalau umpamanya yang datang adalah Si Suocia yang menjadi kuasa daerah itu, kiranya lebih baik dia mengalah karena tentu Siocia itu lihai bukan main melihat betapa pasukan perondanya saja sudah begitu lihai.

“Aku hendak ditangkap, tentu saja aku tidak mau karena tidak merasa bersalah.” jawabnya.

“Hi-hi-hik, ada nikouw bersikap kasar dan suka mainkan pedang. Sungguh lucu! Siocia tentu akan suka melihatmu. Sukouw, siapapun yang lewat disini tanpa ijin harus ditangkap, maka tidak ada kecualinya, biarpun engkau seorang nikouw muda berkepala gundul, tetap saja harus menghadap Siocia.”






“Aku tidak mau, kecuali kalau Siocia kalian itu datang sendiri ke sini, jika hendak bicara dengan pinni,” kata Hong Ing dengan sikap angkuh.

“Bagus, ingin kulihat sampai dimana sih kepandaianmu! Sambut golokku ini!”

Wanita baju merah itu sudah menerjang dengan goloknya. Gerakannya cepat dan mantap, maka Hong Ing tidak berani memandang rendah, cepat dia melangkah mundur sambil menangkis dengan pedangnya.

“Cringgg!!”

Bunga api berpijar dan keduanya terpental mundur, membuat Hong Ing makin terkejut karena ternyata tenaga sin-kang yang dikerahkannya tadi hanya seimbang saja dengan lawannya.

“Hi-hik, bagus sekali! Tenagamu lumayan! Mari kita main-main sebentar!”

Gadis baju merah itu menyerang lagi setelah tertawa-tawa dan Hong Ing kini cepat mainkan ilmu pedangnya, memutar pedangnya secepat kitiran, menjaga diri sambil balas menyerang dengan dahsyat.

Karena dia maklum bahwa biarpun hanya seorang pelayan, kepandaian Amoi ini benar-benar hebat dan amatlah memalukan kalau dia sampai kalah oleh seorang pelayan saja! Dia mainkan limu Pedang Pek-eng-kiam-hoat (Ilmu Pedang Garuda Putih) yang merupakan ilmu pedang kebanggaan subonya.

Benar saja, begitu dia mainkan ilmu pedang yang bersumber pada ilmu pedang Go-bi-pai ini, wanita baju merah menjadi kaget dan mengeluarkan seruan nyaring, kemudian goloknya dimainkan sedemikian rupa yang membuat Hong Ing terheran-heran dan kagum.

Ilmu golok itu amatlah aneh dan lucunya, kelihatannya kacau-balau akan tetapi justru kekacau-balauan gerakan ini yang membuat lawan menjadi bingung! Di balik kekacauan ini terdapat gerakan inti yang amat kuat, membuat gadis itu dapat menangkis semua serangan pedang Hong Ing, bahkan membalas dengan tiba-tiba, tak terduga-duga dan tidak kalah dahsyatnya! Semua ini dilakukan oleh gadis baju merah itu sambil terkekeh-kekeh genit!

Dengan penasaran sekali Hong Ing lalu mengeluarkan suara melengking nyaring, menerjang maju dan mainkan jurus yang paling berbahaya dari Pek-eng-kiam-hoat. Pedang itu mula-mula menangkis golok lawan yang menyambar, lalu dari tenaga lawan yang dipinjamnya, pedangnya meluncur ke atas, berputaran dan berubah menjadi sinar bergulung-gulung, kemudian sinar ini meluncur ke bawah dengan gerakan masih membentuk lingkaran akan tetapi dari lingkaran itu menyambar sinar kilat ke arah dua tempat secara bertubi dan susul-menyusul sedemikian cepatnya sehingga hampir berbareng, yaitu ke arah ubun-ubun kepala lawan dengan tusukan yang disambung dengan babatan ke arah leher.

Inilah jurus yang dinamakan Pek-eng-to-coa (Garuda Putih Mematuk Ular), sebuah jurus pilihan yang amat sukar dihindarkan lawan saking cepatnya dua serangan susul-menyusul itu.

“Hi-hik... haiii...! Cringgg... trangg...!”

Gadis baju merah yang tadinya terkekeh itu menjerit kaget, cepat menggunakan goloknya menangkis dua kali, namun karena agak terlambat, goloknya terlepas dari pegangannya dan pada saat itu juga, sambil terkekeh lagi gadis itu sudah menubruk maju hendak memeluk pinggang Hong Ing!

Hong Ing masih merasa betapa lengan kanannya tergetar ketika pedangnya ditangkis tadi, maka terkejut melihat lawan meraih pinggangnya. Dia meloncat ke belakang dan menjerit karena ternyata bahwa gerakan gadis baju merah itu hanya merupakan tipuan belaka dan sebenarnya, pada saat itu gadis baju merah yang lihai ini sudah melakukan tendangan tersembunyi dari bawah yang tepat mengenai pergelangan tangan kanan Hong Ing yang memegang pedang. Karena lengannya masih tergetar maka tendangan itu tepat sekali, membuat pedangnya juga terlepas dan terlempar!

“Hi-hi-hik, sekarang kita sama-sama, tidak bersenjata!” kata gadis baju merah yang mengaku bernama Amoi itu.

Hong ing menjadi marah dan penasaran sekali. Masa dia harus kalah menghadapi seorang pelayan saja? Dia memiliki ilmu silat tangan kosong yang lihai, maka tentu saja dia tidak gentar untuk bertanding dengan tangan kosong. Sambil berseru marah dia menerjang maju.

“Bagus! Mari kita berlatih sebentar!”

Amoi berseru dan cepat mengelak ke belakang menghindarkan diri dari tendangan Hong Ing, kemudian tendangan berantai itu hendak digagalkannya dengan sambaran tangannya yang hampir saja berhasil menangkap sepatu kiri Hong Ing.

Dara ini terkejut, cepat menarik kembali kakinya dan pada saat itu Amoi sudah membalas menyerang dengan cengkeraman ke arah leher kanannya yang juga dapat dihindarkan dengan baik oleh Hong Ing.

Terjadilah pertandingan yang amat seru. Keduanya sama gesit dan sama lincah sehingga setiap gerakan lawan kalau tidak dapat dielakkan tentu dapat ditangkis dengan baik. Terdengarlah berkali-kali suara beradunya kedua lengan yang berkulit putih dan kelihatan halus lemah namun yang sebenarnya mengandung tenaga sin-kang kuat itu menyelingi suara gerakan mereka yang menimbulkan angin.

Tadinya kedua orang gadis itu mengandalkan kelincahan mereka untuk saling mengalahkan lawan, akan tetapi setelah lewat lima puluh jurus, bukan main kagetnya hati Hong Ing, kaget dan terheran-heran melihat perubahan aneh dalam permainan silat gadis baju merah itu. Lawannya kini mulai terkekeh-kekeh lagi dan ilmu silatnya amat luar biasa, kadang-kadang lawannya itu bergerak dengan halus dan lemah gemulai seperti bukan sedang bertanding melainkan sedang menari-nari bersamanya, akan tetapi tiba-tiba saja tarian indah itu berubah menjadi gerakan kaku dan buruk sekali seperti gerakan seekor monyet pincang!

Bahkan lebih aneh lagi, kadang-kadang Amoi menjatuhkan diri ke atas tanah, bergulingan sambil menangis, menjambak-jambak rambutnya sampai awut-awutan, akan tetapi dalam keadaan seperti itu, selagi Hong Ing terbelalak kaget, dia mencelat ke atas dan menyerang dengan hebat!

“Aihhhh...!”

Hong Ing menjerit kaget dan untung masih dapat melempar tubuh ke belakang terhindar dari hantaman yang amat dahsyat ke arah dadanya.

Mulailah Hong Ing bersikap hati-hati. Kini dia tahu bahwa ilmu silat aneh seperti gila itu bukan semata-mata ilmu yang dimainkan oleh seorang gila, melainkan ilmu silat yang terselubung sikap gila-gilaan yang bukan tidak ada gunanya, karena sikap gila-gilaan itu justeru untuk memancing lawan dan mengacaukan perhatian lawan!

Kini dia bersikap hati-hati sekali kalau Amoi menjambak-jambak rambutnya atau jatuh terduduk dan menangis seperti seorang anak kecil yang merengek minta makanan, tidak peduli lagi kalau Amoi membanting-banting kaki atau bahkan merangkak-rangkak seperti anak kecil belajar merangkak! Dan memang dia benar karena di tengah-tengah gerakan aneh ini tiba-tiba sekali Amoi mencelat ke atas dan menyerangnya dengan dahsyat. Karena dia tidak mempedulikan gerakan-gerakan aneh dari lawan, maka kini dia dapat menghadapi serangan mendadak itu dengan baik sehingga semua serangan Amoi dapat digagalkannya.

“Robohlah!”

Tiba-tiba Hong Ing membentak dan dia menerjang maju dengan tendangan berantai, tendangan yang hanya dilakukan untuk mengacaukan posisi lawan, dan selagi Amoi sibuk mengelak dan menangkis, Hong Ing melihat lowongan baik lalu “memasukinya”, tangan kirinya dengan jari terbuka menampar ke arah leher kanan lawan.

“Hayaaaa...!”

Amoi menjerit dan berusaha mengelak, namun tetap saja pundaknya kena ditampar sehingga dia terpelanting dan jatuh miring. Akan tetapi, sambil menangis tersedu-sedu dia sudah meloncat lagi ke atas dan kedua tangannya membentuk cakar.

Melihat ini, Hong Ing bersiap-siap karena maklum bahwa lawan hendak menggunakan ilmu silat semacam Eng-jiauw-kang atau Houw-jiauw-kang (Ilmu Silat Cakar Harimau) yang berbahaya. Dia melihat Amoi menerjang maju, menggerakkan kedua tangannya untuk mencakar mukanya.

“Heiiii!”

Hong Ing berteriak kaget dan maju untuk mencegahnya. Dia merasa kasihan kepada Amoi yang dikalahkannya dan menangis itu, sikap seperti seorang anak kecil saja dan kini Amoi agaknya merasa kesal dan jengkel, hendak mencakar muka sendiri. Perbuatan ini tentu saja berbahaya, bisa merobek hidung atau mencokel mata sendiri!

“Hi-hik...! Dukkk!”

“Kau curang...!”

Hong Ing berteriak akan tetapi karena sambungan lututnya kena disentuh ujung sepatu Amoi, tentu saja dia jatuh berlutut dan pada saat itu terdengar suara bersiutan dan tahu-tahu tali-tali hitam telah menyambar dan membelenggu tubuhnya.

Kiranya belasan orang gadis lain telah menggunakan tali hitam yang berbentuk lasso dan melempar lasso itu dengan baik sekali sehingga semua lemparan tepat mengenai dirinya. Lingkaran-lingkaran lasso itu semua tepat menelikung tubuhnya. Dia kaget sekali akan tetapi diam-diam tersenyum mengejek ketika merasakan dengan lengannya betapa tali-tali itu tidaklah kuat. Dia akan menanti sampai rasa kesemutan di lututnya lenyap, baru akan memutuskan semua tali yang mengikatnya.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: