*

*

Ads

FB

Minggu, 13 November 2016

Petualang Asmara Jilid 140

Setelah tinggal sebagai tamu terhormat, atau lebih tepat tahanan terhormat di istana itu belasan hari lamanya, Hong Ing mendapat kenyataan bahwa Kim Seng Siocia benar-benar merupakan seorang wanita aneh yang memiliki banyak ilmu kepandaian tinggi. Bukan hanya memiliki tenaga sin-kang yang amat luar biasa, juga wanita ini memiliki kekebalan dan pandai mainkan segala macam senjata, termasuk ahli pula dalam hal menggunakan anak panah.

Dia pernah dibuat kagum bukan main ketika pada suatu sore nona gendut itu mendemonstrasikan kepandaiannya memanah burung. Sekelompok burung sedang terbang di udara, tinggi sekali sampai hanya kelihatan sebagai titik-titik hitam kecil. Burung-burung itu sedang terbang berkelompok kembali ke sarang mereka arah selatan.

“Aku ingin makan panggang burung dada hijau!” kata nona gendut itu dan Amoi segera memberikan gendewa dan tempat anak panah yang terisi belasan batang anak panah.

Biarpun tubuhnya gendut, ternyata Kim Seng Siocia dapat bergerak cepat sekali, tahu-tahu gendewa telah dipentangnya dan berturut-turut dilepasnya tiga belas batang anak panah ke udara. Gerakannya sedemikian cepatnya sehingga sukar diikuti pandang mata dan anak-anak panah itu meluncur beriringan seperti bersambung.

Tak lama kemudian, anak panah yang tiga belas batang jumlahnya berjatuhan dan.. setiap batang membawa dua ekor burung yang tertembus dadanya! Hampir saja Hong Ing tak dapat percaya akan apa yang disaksikannya dan diam-diam dia merasa ngeri. Demikian hebatnya ilmu memanah nona gendut ini!

Menyaksikan kelihaian Kim Seng Siocia, makin berhati-hatilah Hong Ing, tidak berani sembarangan melarikan diri karena dia maklum akan keanehan watak nona gendut itu yang tentu tidak akan segan-segan membunuhnya kalau dia melarikan diri dan tertangkap. Maka dia harus menanti saat yang paling tepat dan baik, dan dia hanya akan melarikan diri kalau sudah yakin takkan tertangkap kembali. Pula, kalau dia berdiam di tempat itu tentu tidak akan dapat dicari oleh subonya!

Andaikata subonya dapat mencarinya di tempat ini, agaknya subonya akan menghadapi lawan berat sekali dalam diri Kim Seng Siocia dan anak buahnya! Lebih baik di sini daripada bersembunyi di dalam kuil, karena sesungguhnya dia pun tidak suka untuk menjadi nikouw. Akan tetapi, karena dia berada di istana itu dalam tugasnya sebagai nikouw, terpaksa dia selalu membersihkan rambut dari kepalanya kalau ada rambut mulai tumbuh. Dia tidak boleh memancing kecurigaan Kim Seng Siocia dan harus bersikap seperti seorang nikouw tulen yang saleh!

Pada suatu senja, dia melihat Acui dan Amoi berlari-larian dan mengumpulkan anak buahnya. Karena tertarik dia keluar dari kamarnya dan bertanya kepada Amoi yang bersikap bersahabat dengannya.

“Amoi, apakah yang terjadi?”

Amoi tertawa terkekeh-kekeh.
“Hi-hi-hik, pesta besar, Sukouw. Banyak lalat jantan terjebak dalam sarang laba-laba, dan diantaranya adalah seekor lalat bule (putih) yang tentu menarik perhatian Siocia. Siocia menyuruh kami menangkap mereka hidup-hidup!”

Setelah berkata demikian, dua orang pelayan yang berpakaian merah itu berlari-lari diikuti anak buah mereka.






Hong Ing menjadi penasaran dan dia bertanya kepada serombongan pasukan yang agaknya hendak membantu pula.

“Apakah yang terjadi? Banyak lalat terjebak dalam sarang laba-laba? Apa artinya itu?”

Karena Kim Seng Siocia menganggap Hong Ing sebagai tamu agung maka sudah menjadi kebiasaan para anak buah disitu menghormati nikouw muda ini, maka seorang diantaranya menjawab singkat,

“Lalat berarti manusia dan lalat jantan adalah laki-laki. Hi-hik, mudah-mudahan aku mendapat bagian!”

“Cuihh, laki-laki!” kata wanita ke dua sambil membuang ludah, entah mengapa agaknya wanita ini pernah mengalami hal yang tidak enak yang ada hubungannya dengan pria sehingga dia membenci pria.

“Hayo kita berangkat!” kata orang ke tiga sambil menanya kepada Hong Ing, “Apakah Sukouw hendak menonton?”

Hong Ing mengangguk dan dia ikut pula berlarian dengan rombongan itu memasuki hutan yang gelap. Belum pernah dia masuk hutan ini dan ternyata rombongan ini membawanya ke sebuah daerah yang penuh dengan guha-guha di dalam hutan itu dan Acui serta Amoi bersama anak buahnya sudah pula berada di situ, menyalakan obor dan mereka bicara sambil tertawa-tawa dan menuding-nuding ke dalam guha-guha itu.

Hong Ing melangkah maju dan memandang. Bukan main herannya ketika dia melihat enam orang laki-laki di dalam dua buah guha itu dan mereka ini benar-benar terjebak dalam sarang laba-laba! Sarang laba-laba yang besar dan yang melekat di tubuh enam orang itu. Betapa pun enam orang itu meronta-ronta, mereka tidak dapat melepaskan diri dari lekatan benang yang sebesar tali itu, benang sarang yang memiliki daya melekat dan membelit!

“Iihhh, apakah itu sarang laba-laba tulen?” tanya Hong Ing mendekati Acui.

“Lihat saja disana, kami sudah membunuh laba-labanya,” dia menuding ke kiri dan hampir saja Hong Ing menjerit.

Benar saja, di situ terdapat dua bangkai binatang yang mengerikan sekali. Jelas dua bangkai itu adalah tubuh binatang laba-laba hitam akan tetapi bentuknya luar biasa! Sebesar kucing atau anjing kecil! Pantas saja sarangnya demikian besar dan sangat kuat, sanggup menangkap manusia!

Akan tetapi dia segera tertarik ketika melihat seorang di antara enam pria itu. Dia mengenal orang yang berkulit putih itu. Itulah orang kulit putih yang bersama Tok-jiauw Lo-mo pernah menggunakan pasukan pemerintah menangkap Kun Liong dan menawan pemuda itu! Kalau dia tidak salah ingat, Kun Liong pernah menyebutkan namanya, Marcus! Ya, Marcus!

Marcus dan lima orang laki-laki lain yang sama sekali tidak berdaya itu segera ditangkap, dibelenggu kedua tangannya dan digiring keluar dari guha. Marcus berkata-kata dalam bahasa asing, kelihatannya marah, dan seorang di antara lima anak buahnya itu berkata dengan penasaran,

“Kami ini mau dibawa ke mana? Kami tidak bersalah apa-apa terhadap kalian!”

Para gadis yang menggiring mereka itu tertawa-tawa saja, dan Amoi yang genit membentak.

“Hushhh, diamlah! Kalian berenam seharusnya berterima kasih kepada kami. Kalau kami tidak membunuh dua ekor laba-laba hitam raksasa itu, agaknya sekarang semua darah dan sumsum kalian telah disedot habis!”

Hong Ing menyelinap ke belakang ketika melihat Marcus. Dia khawatir kalau pemuda asing itu mengenalnya. Akan tetapi diam-diam dia mengikuti perkembangan dan ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh Kim Seng Siocia dan anak buahnya terhadap enam orang tawanan itu.

Maka dia mendahului rombongan yang sambil tertawa-tawa menggiring enam orang laki-laki itu, berlari dan memasuki istana bertemu dengan Kim Seng Siocia, disambut oleh wanita gendut itu dengan senyum ramah.

“Ha-ha, aku mendengar ada enam orang pria menjadi tawanan. Hi-hik, Pek Nikouw, apakah ini hasil doamu? Mudah-mudahan saja jodohku berada di antara mereka.”

“Omitohud, mudah-mudahan begitu, Siocia. Pinni telah melihat mereka dan harap Siocia yang menentukan sendiri. Akan telapi sebagai seorang pendeta, pinni tidak boleh berhadapan dengan kaum pria, maka pinni hanya akan menonton dari belakang tirai saja.”

Kim Seng Siocia tertawa.
“Hi-hi-hik, kasihan sekali engkau. Masih begitu muda sudah harus menjauhkan diri dari pria. Tentu saja boleh, Pek Nikouw, dan kalau benar di antara mereka terdapat jodohku, berarti doamu manjur sekali dan aku tentu akan memberi hadiah besar kepadamu.”

Sesuai dengan perintah nona gendut itu, enam orang tawanan itu dihadapkan seorang demi seorang. Betapa kecewa hati Kim Seng Siocia melihat laki-laki yang usianya sudah empat puluh tahun lebih dan yang hanya terdiri dari orang-orang kasar.

Ketika dia menyuruh buka belenggu mereka seorang demi seorang dan memerintahkan Acui dan Amoi untuk menguji kepandaian mereka, tidak ada seorang pun di antara lima orang anak buah Marcus yang dapat bertahan melawan seorang di antara dua pelayan manis itu lebih dari sepuluh jurus!

Dengan hati kecewa dan juga penasaran, Kim Seng Siocia menghadiahkan lima orang itu kepada anak buahnya dan terdengarlah sorak-sorai dan tawa ketika lima orang itu diseret-seret dan dijadikan perebutan di luar istana.

Dari tempat sembunyinya di belakang tirai, Hong Ing hanya dapat mendengar lima orang itu berteriak-teriak di antara sorak-sorai itu dan dia bergidik. Kemudian dia melihat Marcus dihadapkan nona gendut.

“Siapa namamu?” tanya Kim Seng Siocia.

“Marcus,” jawab pemuda asing itu dengan suara aneh karena memang dia belum begitu pandai berbahasa pribumi.

Kim Seng Siocia kelihatan tertarik dan dia menyuruh Amoi menguji kepandaian pemuda yang berkulit putih itu. Amoi maju dan tersenyum genit.

“Apa kau pandai main silat?” tanya Amoi.

Marcus mengangguk.
“Sedikit-sedikit aku sudah mempelajari ilmu silat ketika aku menjadi anak buah tuan Legaspi Selado yang berilmu tinggi. Akan tetapi di negeriku aku terkenal sebagai seorang ahli tinju.”

“Tinju?” Amoi bertanya heran dan tidak mengerti.

Marcus mengepal kedua tangannya.
“Ahli menggunakan ini untuk merobohkan lawan.”

“Aha! Ilmu silat bangsamu? Bagus, coba kau robohkan aku dengan itu!”

Marcus menjerutkan alisnya dan menggeleng kepala.
“Tidak pernah aku merobohkan wanita dengan tinju!” Dia tertawa. “Biasanya aku merobohkan wanita dengan cinta!”

Acui, Amoi dan para penjaga di situ tertawa dan Kim Seng Siocia sudah bangkit berdiri dari kursinya, melangkah maju dan mengamat-amati Marcus dari kepala sampai ke kaki.

“Marcus, jadi engkau ini ahli mencinta wanita?” tanyanya.

Didekati oleh wanita gendut yang agaknya menjadi ketua gerombolan wanita itu, Marcus kelihatan gelisah. Kalau disuruh merayu Acui atau Amoi, atau beberapa orang di antara para anak buah yang muda dan cantik, tentu saja dia akan merasa suka sekali. Akan tetapi wanita ini sungguh berbeda dangan yang lain. Tubuhnya tinggi besar dan sikapnya begitu penuh wibawa. Dia tidak menjawab, hanya mengangguk.

“Heh-heh, kau menarik juga. Tentu saja aku tidak akan suka menjadi isteri orang asing yang berkulit putih bermata biru. Akan tetapi, kalau kau memenuhi seleraku, kalau kau menyenangkan dan mencocoki hatiku, kau akan menjadi selirku. Hi-hik!”

Marcus membelalakkan matanya.
“Apa? Selir? Selir bagaimana?”

Dia sudah pernah mendengar bahwa selir adalah seorang peliharaan, seorang isteri di luar pernikahan resmi. Akan tetapi biasanya adalah wanita yang menjadi selir pria, dan sekarang wanita gundul ini hendak mengambilnya sebagai selir!

“Bodoh!” Amoi berkata tertawa. “menjadi selir berarti menjadi kekasih Siocia.”

Marcus mengerutkan alisnya dan memandang wanita gendut itu. Memang bukan seorang wanita tua dan wajahnya pun tidak terlalu buruk, hanya terlalu gendut. Dia adalah seorang laki-laki, seorang petualang, mana mungkin dia tunduk saja dijadikan “selir” seorang wanita? Biarpun wanita ini agaknya menjadi kepala di sini, namun menjadi selir amatlah rendah!

“Kalau aku menolak?” tantangnya.

“Bagaimana caramu untuk menolak?”

Kim Seng Siocia bertanya, matanya bersinar agak gembira, melihat bahwa pemuda asing ini lumayan juga, memiliki kejantanan.

“Dengan ini!” Marcus memperlihatkan kepalan tinjunya yang besar. “Biarpun aku tidak pernah menggunakan ini untuk menghadapi wanita, akan tetapi kalau aku dipaksa...”

“Heh-heh, bagus! Eh, Marcus, apakah kau lebih suka kuberikan kepada laba-laba?”

Marcus membelalakkan matanya yang biru.
“Laba-laba?”

Amoi tertawa.
“Hi-hik, laba-laba kecil yang banyak sekali lebih berbahaya dari laba-laba besar. Teman-temanmu yang lima orang kini sedang dikeroyok banyak laba-laba kecil!”

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: