*

*

Ads

FB

Rabu, 16 November 2016

Petualang Asmara Jilid 143

Kim Seng Siocia agaknya merasa bahwa pemuda itu marah, maka dia memperlebar senyumnya.

“Aku suka kepala gundul, bersih dan lain daripada yang lain!”

Biarpun ucapan ini dikeluarkan dengan kesungguhan hati, namun tetap saja menambah kemengkalan hati Kun Liong. Apakah tidak ada lain “acara” lagi selain bicara tentang kepalanya?

“Toanio siapakah?” dia bertanya untuk mengalihkan percakapan.

“Hishhh, jangan menyebutku Toanio (Nyonya Besar). Aku masih perawan..., eh, aku belum menikah, aku masih Siocia (Nona), hi-hik!”

Kun Liong mengkirik. Bulu tengkuknya meremang karena dia melihat sesuatu yang tidak wajar dan aneh dalam sikap dan kata-kata “nona” gemuk itu.

“Baiklah. Siapakah Siocia?”

“Aku? Aku disebut Kim Seng Siocia, dan kalau aku sudah kawin kelak, tentu saja sebutan nona harus diganti dengan nyonya besar.”

“Sekali lagi aku mengharap agar Siocia tidak salah menduga tentang kedatanganku ke sini, sama sekali bukan untuk berkelahi apalagi mencari musuh. Aku datang untuk bertemu dengan Nona Pek Hohg Ing.”

“Tidak ada Nona Pek Hong Ing di sini, yang ada hanya Pek Nikouw.”

Berseri wajah Kun Liong. Kalau begitu tidak salah lagi. Hong Ing berada di sini!
“Benar, dialah yang kumaksudkan!” jawabnya penuh gairah dan penuh harapan.

Akan tetapi dia terkejut melihat betapa wajah gemuk yang tadinya berseri dan ramah itu kini cemberut, mata yang lebar itu melotot dan suaranya nyaring mengandung kemarahan,

“Apamukah dia itu?”

“Bukan apa-apa, hanya sahabat biasa...”

“Apa dia kekasihmu?”

Kun Liong terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba yang seperti serangan mendadak ini,
“Tidak... tidak, dia seorang nikouw, tidakkah Siocia sudah tahu?”

“Hemm, dia nikouw atau tidak, apa bedanya? Dia tetap wanita dan kau laki-laki!”






Alis Kun Liong berkerut tak senang. Nona gendut ini sama saja dengan Lauw Kim In, suci dari Hong Ing, pikirannya kotor penuh prasangka buruk!

“Sekali lagi aku menyatakan bahwa Nona Pek Hong Ing atau Pek Nikouw adalah sahabat baikku dan aku ingin bertemu dengannya. Terserah prasangka Siocia, yang penting aku minta bertemu dengan dia.”

Kun Liong lalu memandang ke arah dalam istana dan berteriak nyaring.
“Hong Ing, keluarlah kau menemuiku! Aku Yap Kun Liong, sengaja datang mencarimu!”

Namun tidak ada jawaban dari dalam dan Kim Seng Siocia tertawa.
“Dia tidak akan menjawab sebelum aku menghendakinya. Eh, Kun Liong, apakah kau tidak mempunyai kekasih atau tunangan?”

Kun Liong terkejut dan memandang dengan bengong, mukanya berubah merah. Pertanyaan apakah ini? Akan tetapi melihat betapa pertanyaan itu diajukan dengan sikap sungguh-sungguh, dia menjawab juga,

“Tidak!” sambil menggelengkan kepalanya yang gundul.

“Jadi engkau belum kawin?”

Kun Liong makin bingung. Mengapa Siocia gendut ini demikian ugal-ugalan? Kembali dia menggelengkan kepala dan berkata,

“Belum!” Setelah itu, dia melangkah maju dan berkata, “Kim Seng Siocia, kalau kau tidak membolehkan Nona Pek Hong Ing keluar menemuiku, biarlah aku mencari sendiri ke dalam!” Dia lalu meloncat ke depan.

“Bresss! Dukkk!”

Tubuh Kun Liong terguling karena kakinya dijegal (dikait) oleh kaki Kim Seng Siocia dan nona itu tertawa bergelak.

“Hi-hik, heh-heh-heh, tidak boleh. Kau harus melayaniku lebih dulu, hendak kuuji sampai dimana tingkat kepandaianmu. Melihat kau dikeroyok tadi, agaknya kau memiliki kepandaian lumayan. Siapa tahu engkaulah orangnya yang kutunggu-tunggu dan kini datang atas kekuatan doa Pek Nikouw. Hi-hik! Sambutlah ini!” Kim Seng Siocia sudah menyerang Kun Liong dengan dahsyat sekali!

Kun Liong tadi terguling karena dia sama sekali tidak mengira bahwa nona gendut itu mau menjegalnya. Maka dengan penasaran dia sudah meloncat bangun dan kini menghadapi serangan nona itu, dia benar-benar merasa kaget. Nona gendut itu ternyata dapat bergerak cepat bukan main, dan dari kedua lengan bajunya yang lebar itu menyambar angin pukulan yang amat kuat!

“Plak-plak-plak!”

Tiga kali Kun Liong menangkis dan terpaksa dia mengerahkan tenaga sin-kangnya agar tidak terluka oleh hawa pukulan yang dahsyat itu.

“Aihhh... hik-hik, benar saja, kau hebat!”

Kim Sim Siocia tertawa ketika tangkisan itu berhasil menggempur kuda kudanya dan membuat tubuhnya condong ke belakang, tanda bahwa dia masih tidak mampu menandingi kekuatan sin-kang pemuda itu! Akan tetapi dia menyerang terus, kini menggunakan ujung kedua lengan bajunya mengirim totokan-totokan ke arah jalan darah di seluruh tubuh Kun Liong dan gerakannya cepat bukan main, ilmu silatnya aneh, kadang-kadang malah kelihatan lamban dan lambat sekali seperti seekor gajah mencoba untuk menari-nari!

Namun Kun Liong kaget bukan main. Di luar persangkaannya, nona gemuk ini adalah seorang yang memiliki kepandaian luar biasa dan memiliki tenaga sin-kang amat kuat, serta gerakannya terlalu cepat dibanding dengan tubuhnya yang begitu gendut.

Tentu saja Hong Ing bukanlah lawan wanita ini dan dia mulai khawatir karena mengira bahwa tentu Hong Ing menjadi seorang tawanan di tempat ini. Pula dia kini mulai mengerti bahwa dia telah tersesat, bukan berada di tempat tinggal Go-bi Sin-kouw melainkan di tempat tinggal golongan lain yang dipimpin oleh nona gendut yang lihai ini, sungguhpun kesalahannya ini malah kebetulan karena ternyata Hong Ing berada di tempat asing ini!

Dia tentu saja tidak ada niat untuk memukul atau melukai wanita gemuk ini, karena sama sekali tidak ada urusan dan tidak ada permusuhan dengannya, akan tetapi karena serangan-serangan wanita itu benar-benar luar biasa sekali dan amat berbahaya, terpaksa dia harus melindungi dirinya, maka dia lalu mainkan Im-yang Sin-kun dan menggunakan pukulan Pek-in-ciang untuk menghadapi serangan dahsyat lawannya.

Melihat cara bersilat pemuda ini dan merasakan betapa lengannya beberapa kali tergetar hebat apabila bertemu dengan lengan lawan, Kim Seng Siocia berkali-kali mengeluarkan seruan kaget, heran, dan juga gembira sekali!

“Kau hebat... ah, kau hebat...!” Dia berseru memuji dengan pandang mata penuh kagum dan girang.

Agaknya nona gendut itu masih belum puas dan dia mengerahkan seluruh tenaganya, mengeluarkan semua ilmu sitatnya yang aneh-aneh. Hampir Kun Liong kena diakali seperti Hong Ing melawan Amoi dan roboh oleh ilmu silat Amoi yang aneh. Apalagi Kim Seng Siocia yang menjadi “guru” Amoi, bukan main aneh dan hebatnya ilmu silatnya.

Ada kalanya Kim Seng Siocia mencekik leher sendiri sampai matanya mendelik dan lidahnya keluar, hal ini dilakukan di tengah pertandingan itu. Tentu saja Kun Liong terkejut dan cepat menubruk maju untuk mencegah nona yang kelihatannya seperti hendak membunuh diri itu!

Akan tetapi betapa kagetnya ketika tiba-tiba dua tangan nona itu bergerak menotoknya, menotok dua jalan darahnya yang dapat membuat dia lumpuh! Namun, dengan hawa sakti yang timbul karena ilmunya Thi-khi-i-beng, totokan-totokan yang tepat mengenai jalan darah itu “hanyut” dan tidak membekas sehingga Kim Seng Siocia terkejut sekali.

“Hong Ing...!” Kun Liong memanggil lagi sambil meninggalkan lawan meloncat ke dalam.

“Aduh mati aku...!” Tiba-tiba nona gendut itu berteriak dan terguling!

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Kun Liong melihat tubuh gendut itu terguling dan dari mulut nona itu menyembur darah segar. Dia tidak merasa memukul, akan tetapi jelas nona itu muntah darah.

“Eiihh, kenapa kau, Siocia?”

Hatinya yang penuh kelembutan itu tidak tega dan dia meloncat kembali menghampiri Kim Seng Siocia. Tiba-tiba terdengar nona itu terkekeh dan tubuhnya sudah meloncat dengan sigapnya, mendahului Kun Liong memasuki istananya!

“Ihhh... penipu!”

Kun Liong berseru marah dan mengejar dengan khawatir. Tahulah dia bahwa nona gendut itu tadi sengaja menipunya dan entah bagaimana dapat muntahkan darah seperti itu, untuk mencegahnya memasuki istana lebih dulu.

Kekhawatirannya terbukti ketika dia memasuki ruangan yang besar itu. Hong Ing dalam keadaan terikat kedua lengannya ke belakang, berdiri di dekat kursi besar sedangkan Kim Seng Siocia memegangi tali panjang sisa pengikatnya dan memegang tengkuk Hong Ing sambil tersenyum manis memandang Kun Liong yang melangkah masuk.

“Kun Liong...!”

Hong Ing berkata lemah setelah melihat pemuda itu. Totokan yang membuatnya gagu telah dibebaskan akan tetapi dia hanya dapat mengeluarkan suara lemah setelah sekian lamanya gagu.

“Hong Ing...!”

Kun Liong berseru penuh kemarahan. Akan tetapi hatinya lega melihat bahwa Hong Ing masih hidup. Dia berpaling kepada Kim Seng Siocia, dan berkata,

“Kim Seng Siocia, mengaoa kau menawan Pek Hong Ing? Apakah kesalahannya maka engkau menawannya?”

“Hi-hik, kesalahannya banyak, tapi tidak perlu dibicarakan. Yang penting sekarang adalah membicarakan urusan antara kita! Sahabatmu, Pek Nikouw ini telah berdoa agar aku lekas dapat jodoh dan ternyata doanya terkabul hari ini! Engkau datang dan engkau memenuhi semua syarat untuk menjadi suamiku.”

Kun Liong melongo, matanya terbelalak dan mulutnya ternganga.
“A... apa...?”

“Hi-hik! Aku hanya mau menjadi isteri seorang pemuda tampan dan gagah yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dan kau ganteng, biar kepalamu gundul tapi kau tampan dan aku suka padamu, aku cinta padamu. Kau adalah calon suamiku!”

“Tidak!” Kun Liong berseru marah, mukanya menjadi merah sekali. “Aku tidak akan menjadi suami siapapun juga! Lebih baik kau lepaskan Hong Ing!” katanya pula mengancam.

“Eiiit-eiiittt... jangan bergerak! Kalau kau bergerak, aku akan lebih dulu membunuh Pek Nikouw!”

Jari-jari tangan wanita itu mengancam tengkuk Hong Ing dan lemaslah tubuh Kun Liong karena dia maklum bahwa sekali jari tangan itu bergerak, tentu akan tewaslah Hong Ing!

“Kim Seng Siocia, apakah kehendakmu?”

“Engkau harus menyerah dan menjadi suamiku. Kalau kau menyerah, barulah aku akan membebaskan Pek Nikouw. Betapapun juga, kalau kau menjadi suamiku, dia telah berjasa. Aku tidak akan mengganggunya, hi-hik. Tapi kalau kau melawan, dia akan mati lebih dulu!”

Kun Liong memutar otaknya. Betapa pun cepat dia bergerak, tak mungkin bisa mendahului tangan yang sudah menempel di tengkuk Hong Ing itu, maka dia sama sekali tidak berdaya.

“Baiklah, aku menyerah. Akan tetapi kau berjanjilah dulu tidak akan mengganggu dia dan akan membebaskannya.”

“Tentu saja, aku berjanji. Acui dan Amoi, ikat dia dulu!”

Sambil tersenyum-senyum dua orang pelayan yang cantik dan lihai itu lalu menghampiri Kun Liong dan mengikat kedua lengan Kun Liong ke belakang tubuhnya.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: