*

*

Ads

FB

Rabu, 16 November 2016

Petualang Asmara Jilid 150

Go-bi Sin-kouw makin bingung. Dia hendak mendapatkan kembali muridnya, memaksanya menjadi isteri Pangeran Han Wi Ong yang merupakan jalan baginya untuk memperoleh kemuliaan, dan membunuh pemuda gundul yang hanya menjadi penghalang itu. Sekarang Kim Seng Siocia muncul dengan niat yang berlawanan. Yaitu mengambil kembali pemuda gundul itu dan membunuh Pek Hong Ing!

“Mau membunuh muridku? Akan kulihat dulu sampai dimana kemampuanmu!”

Go-bi Sin-kouw membentak dan tongkatnya sudah meluncur ke depan merupakan sinar hitam yang berkelebat cepat sekali.

“Wuuuutttt... taarrr!”

Tongkat itu tertangkis oleh cambuk di tangan Kim Seng Siocia dan kedua orang itu mencelat mundur dengan kaget, maklum akan kehebatan tenaga lawan masing-masing. Mereka saling pandang dan sudah siap untuk bertanding mati-matian memperebutkan kebenaran.

“Harap. Ji-wi (Anda Berdua) bersabar dulu!” Tiba-tiba Han Wi Ong berkata dengan suara penuh wibawa.

Dua orang wanita itu melangkah mundur dan memandang kepada Han Wi Ong, Betapapun juga, laki-laki ini adalah seorang pangeran, baru pakaiannya saja sudah menimbulkan segan di hati orang.

“Mengapa Ji-wi harus saling serang? Ada jalan yang amat mudah dan baik. Nona ini datang untuk minta kembali suaminya, pemuda gundul itu, dan Sin-kouw juga menuntut agar muridnya, Nona Pek Hong Ing kembali bersama dia. Nah, ada urusan apa lagi? Biarlah pemuda gundul itu pergi bersama Kim Seng Siocia, sebaliknya Nona Pek Hong Ing ikut bersama gurunya, bukankah beres sudah dan tidak perlu timbul pertandingan yang tiada gunanya?”

Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw saling pandang kemudian keduanya mengangguk-angguk. Memang tidak ada perlunya mereka harus bertanding, pula memang di dalam hati masing-masing telah timbul perasaan jerih. Go-bi Sin-kouw maklum akan kelihaian wanita gendut itu, dan sebaliknya, Kim Seng Siocia juga maklum bahwa agaknya Go-bi Sin-kouw dibantu oleh Pangeran dan tentara kerajaan sehingga amatlah berbahaya kalau sampai dia bentrok dengan mereka.

“Hi-hi-hik, memang tepat sekali! Go-bi Sin-kouw, kita adalah tetangga, perlu apa mesti saling bermusuhan? Aku tidak membutuhkan muridmu, hanya menginginkan kembalinya suamiku.”

Hong Ing terbelalak. Hampir dia tidak dapat percaya. Yang dilihatnya tadi terlalu aneh. Gurunya dan Kim Seng Siocia, kedua orang yang sakti itu, terguling oleh gempuran Kun Liong hanya dalam segebrakan saja?

“Hong Ing, kau larilah...!”

Kun Liong cepat berkata, sambil menyambar lengan dara itu dan ditariknya Hong Ing yang tadi berlutut itu sehingga berdiri.






Hong Ing masih bengong memandang kepadanya, lalu dara itu menggeleng kepala.

“Aku pergi dan kau...?”

“Wuuutt... tar-tarr...!”

Kun Liong mendorong tubuh Hong Ing sehingga dara ini terguling, sedangkan dia sendiri cepat meloncat ke samping menghindarkan diri dari sambaran cambuk di tangan Kim Seng Siocia.

Namun ujung cambuk itu terus membalik dan mengejarnya ke manapun juga dia bergerak. Kun Liong menjadi repot juga dan tiba-tiba dia mengelak sambil melempar tubuh ke atas tanah ketika cambuk itu kembali menyambar. Sambil berguling dia genggam tanah bercampur pasir di tangannya, kemudian terus bergulingan mendekati Kim Seng Siocia.

Ketika dia melirik dan melihat Go-bi Sin-kouw kembali sudah menghampiri Hong Ing yang kelihatan gentar dan tidak berani melawan, tiba-tiba Kun Liong memekik keras sekali, mengejutkan hati semua orang, kedua tangannya bergerak ketika tubuhnya mencelat ke atas dan... batu bercampur pasir meluncur ke arah Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw!

“Hayaaa...!”

Kim Seng Siocia berseru dan cepat memutar cambuk memukul sinar itu. Juga Go-bi Sin-kouw terkejut menarik kembali tangannya yang tadi hendak memegang lengan muridnya dan dia dapat meloncat dan berjungkir balik menghindarkan diri dari sambaran sinar kehitaman itu.

Mereka telah dapat menghindarkan diri dari sambaran tanah, akan tetapi debu masih mengebul, membuat mereka cepat mundur karena mengira babwa Kun Liong telah melepaskan benda mengandung racun. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kun Liong untuk mendekati Hong Ing dan dia berbisik,

“Pergilah. Aku dapat melawan mereka.”

“Mana mungkin?” Hong Ing berbisik dengan wajah penuh putus asa, “Kita sudah terkepung oleh tentara dan anak buah Kim Seng Siocia...”

“Pakai akal! Menyelinap di antara pasukan... yang lihai hanya mereka berdua...”

“Siuuuttt... tar-tar-tar...!”

Kun Liong terkejut karena dia sedang mendorong tubuh Hong Ing ke arah pasukan tentara yang mengepung sehingga kurang cepat dia mengelak dan sambaran ke tiga dari cambuk itu telah mengenai pundaknya. Bajunya di bagian pundak itu robek dan sedikit kulit pundaknya tergigit robek oleh piauw yang diikat di ujung cambuk sehingga berdarah.

“Wirrr...!”

Tongkat di tangan Go-bi Sin-kouw menyambar dan Kun Liong cepat meloncat ke kanan, mengelak. Di lain saat dia telah dikeroyok oleh dua orang wanita lihai itu sehingga dia harus berloncatan ke sana-sini untuk menyelamatkan diri.

Akan tetapi hatinya lega karena Hong Ing telah menurut permintaannya. Dara itu telah lenyap dan menyelinap di antara pasukan sehingga terjadilah kekacauan di antara pasukan yang berusaha menangkap dara itu. Namun bagi Hong Ing, mereka itu adalah makanan lunak sehingga dia dapat bergerak leluasa meloncat ke sana-sini dan keributan yang terjadi di sekelilingnya membuat gurunya dan juga Kim Seng Siocia tidak mungkin menghampirinya, apalagi karena dua orang wanita lihai itu sedang sibuk mengeroyok Kun Liong yang terlalu gesit bagi mereka.

Pangeran Han Wi Ong yang khawatir kehilangan calon isterinya yang dicintainya, cepat lari dan mengejar Hong Ing sambil mengerahkan para pengawalnya dan berkali-kali dia berteriak agar anak buahnya jangan melukai dara itu.

Sementara itu, anak buah Kim Seng Siocia yang dipimpin oleh Acui dan Amoi, juga Marcus, sudah mengurung tempat itu dan melihat betapa Kim Seng Siocia sudah bertanding melawan Kun Liong, tanpa diperintah lagi mereka sudah maju, terutama sekali Acui dan Amoi yang merupakan bantuan berharga bagi Kim Seng Siocia.

Kun Liong merasa sibuk bukan main, menghadapi cambuk Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw saja dia sudah merasa terancam, apalagi kini muncul Acui dan Amoi, sedangkan puluhan orang dara anak buah Kim Seng Siocia sudah mengepung dengan senjata di tangan.

Kalau saja Kun Liong tidak berpendirian bahwa dia tidak akan melukai apalagi membunuh orang, kiranya dia akan dapat lolos dengan mudah sambil merobohkan beberapa orang di antara pengeroyok-pengeroyoknya. Akan tetapi karena dia hanya membela diri dan menyelamatkan diri, maka dia menjadi repot sekali dan beberapa kali dia sudah terkena gebukan tongkat Go-bi Sin-kouw yang membuat nenek itu berteriak kaget dan terbelalak karena setiap gebukannya tidak membuat pemuda gundul itu roboh, bahkan telapak tangannya sendiri terasa nyeri!

Kadang-kadang Kun Liong menoleh ke arah Hong Ing yang tadi menyelinap di antara pasukan pemerintah. Ketika melihat betapa di situ masih kacau tanda bahwa Hong Ing masih berada di antara pasukan pemerintah dan dikeroyok oleh pasukan, Kun Liong menjadi makin khawatir. Mengapa dara itu tidak lekas-lekas melarikan diri?

Dia tidak mempedulikan keadaannya sendiri karena dia akan dapat dengah mudah membebaskan diri, akan tetapi dia amat khawatir kalau-kalau Hong Ing tertawan lagi dan dia amat sukar menyelamatkannya, mengingat betapa banyaknya lawan yang dihadapinya.

Maka dia lalu mengambil keputusan untuk mengeluarkan kepandaian dan membuat lawan tidak berdaya lebih dulu agar dia dapat melarikan Hong Ing. Ketika cambuk yang amat berbahaya dari Kim Seng Siocia menyambar lagi, disusul oleh hantaman tongkat oleh Go-bi Sin-kouw dan serangan kilat dengan pedang yang dilakukan oleh Acui dan Amoi, Kun Liong cepat menendang tongkat nenek itu dengan pengerahan tenaganya setelah berhasil mengelak dari sambaran cambuk, memukul jatuh pedang di tangan Acui dan menangkap pergelangan tangan Amoi yang memegang pedang.

“Lepaskan!” Amoi membentak dan menghantamkan tangan kirinya ke arah leher Kun Liong.

“Plak! Plak! Aihhh, lepaskan aku...!”

Amoi menjerit-jerit ketika telapak tangan kirinya yang tepat menghantam leher itu melekat tak dapat ditarik kembali, bahkan kini lengan kiri Kun Liong sudah merangkul pinggangnya yang ramping dengan ketat dan gadis itu merasa betapa tenaga sin-kangnya menerobos keluar dihisap oleh tenaga mujijat yang keluar dari leher dan lengan pemuda itu.

Melihat keadaan Amoi, Acui cepat maju dan memukul punggung Kun Liong.
“Bukk! Aihhh...!”

Juga Acui menjerit-jerit dan meronta-ronta untuk membebaskan tangannya yang menempel di punggung Kun Liong. Namun, karena dia telah menjadi korban penghisapan Thi-khi-i-beng, makin hebat dia meronta, makin kuat dia mengerahkan sin-kang, makin kuat pula telapak tangannya melekat dan sin-kangnya terbetot dan terhisap makin banyak pula.

Dua orang gadis itu menjerit-jerit dan mereka berdua meronta-ronta, berusaha memukul, menendang, bahkan menggigiti, Kun Liong merasa kegelian juga sehingga beberapa kali dia melepaskan sin-kangnya dan akhirnya dua orang gadis itu kelihatan seperti sedang membelainya, yang seorang merangkul lehernya dari belakang dan yang ke dua memeluk pinggang dari depan.

Melihat ini, Go-bi Sin-kouw lalu maju dan memegang lengan Amoi, menariknya dengan pengerahan sin-kang untuk membantu gadis itu terlepas. Biarpun dia tidak mengenal Amoi dan tidak peduli akan apa yang menimpa diri gadis ini, namun dia tahu bahwa kedua orang gadis itu adalah anak buah Kim Seng Siocia dan yang telah membantunya menghadapi pemuda gundul lihai itu, maka dianggapnya sebagai kawan juga, maka dia mencoba untuk menolongnya agar pihaknya kuat lagi.

Akan tetapi dia pun terpekik penuh kekagetan ketika merasa betapa tangannya yang memegang lengan Amoi itu melekat dan ada daya sedot luar biasa yang menghisap tenaga sin-kangnya melalui lengan gadis yang dipegangnya itu! Dia berteriak dan mengerahkan sin-kangnya membetot, namun dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya ketika sin-kang yang dikerahkannya itu seolah-olah membanjir memasuki lengan Amoi yang dipegangnya!

Memang hebat bukan main Thi-khi-i-beng. Sekali dikerahkan, daya sedotnya sedemikian kuatnya sehingga dapat menembus tubuh orang lain seolah-olah aliran listrik!

Maka terjadilah hal yang amat lucu. Betot-membetot ini tidak hanya terjadi antara tiga orang itu, melainkan makin bertambah ketika anak buah Kim Seng Siocia ikut pula mengeroyok Kun Liong untuk membantu kedua orang pelayan kepala yang melekat kepada pemuda gundul itu.

Namun, setiap orang gadis sekali bergerak memegang tubuh Acui, Amoi, Go-bi Sin-kouw atau tubuh Kun Liong sendiri, kontan melekat dan terhisap sin-kangnya! Hal ini malah membuat Kun Liong menjadi payah! Terlalu banyak tenaga sin-kang yang membanjiri tubuhnya.

Biarpun dia sudah dapat menguasai Thi-khi-i-beng dan dapat menghentikan daya hisap itu sewaktu-waktu yang dikehendakinya, namun karena dia masih belum berpengalaman dalam menguasai ilmu mujijat ini, sekarang kebanjiran tenaga membuat dia seperti mabok, merasa tubuhnya seperti sebuah balon karet yang terus ditiup sampai sebesar-besarnya, merasa seolah-olah tubuhnya akan pecah meledak setiap saat, pemuda itu pun hanya dapat mengeluh,

“Lepaskan aku..., lepaskan aku... jangan pegang...!” dan dia pun roboh telentang dan tujuh orang wanita yang melekat kepadanya itu ikut pula terbawa, roboh menindih tubuhnya!

Memang lucu pemandangan ini, seolah-olah tujuh orang wanita, yang seorang nenek-nenek, sedang mengeroyok dan menggulat Kun Liong!

Kim Seng Siocia sudah mengerti apa yang terjadi.
“Celaka, kalian menjadi korban Thi-khi-i-beng!” teriaknya dan dia memutar-mutar cambuknya akan tetapi tidak berani sembarangan mempergunakannya karena tubuh Kun Liong seolah-olah terlindung oleh tubuh tujuh orang itu.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: