*

*

Ads

FB

Kamis, 24 November 2016

Petualang Asmara Jilid 173

“Pemuda keparat!”

Lak Beng Lama sudah menerjang lagi, dan dari samping, Hun Beng Lama juga menerjang.

Kini Kun Liong dikeroyok dua! Dia bertangan kosong, akan tetapi dia tidak menjadi gentar dan cepat dia mainkan Ilmu Silat Im-yang Sin-kun ciptaan Tiang Pek Hosiang. Ilmu silat tangan kosong ini memang hebat sekali, gerakannya mengandung dua unsur tenaga Im-kang dan Yang-kang. Tenaga Yang-kang panas menghadapi serangan tongkat dan Im-kang dingin menghadapi senjata tasbih yang lemas sifatnya, maka tepat sekali sehingga setelah lewat tiga puluh jurus, Kun Liong membuat kedua orang pengeroyoknya terheran-heran karena belum juga mereka berdua mampu merobohkan lawan yang muda, seorang diri, dan bertangan kosong pula!

Kun Liong juga marah. Dia maklum bahwa dua orang Lama itu lihai sekali, maka dia berseru keras dan kini tubuhnya bergerak makin cepat dan ilmu silatnya berubah. Kaki tangannya seperti berubah menjadi delapan dan ternyata dia sudah mainkan Ilmu Silat Tangan Kosong Pat-hong-sin-kun dari Bun Hwat Tosu!

Ilmu ini memang mengandalkan kecepatan, sesuai dengan namanya Ilmu Silat Delapan Penjuru Angin! Kembali dua orang Lama itu terkejut dan mereka terpaksa harus memutar senjata secepat mungkin untuk melindungi tubuh mereka, karena kini keadaannya berbalik, bukan dua orang mengeroyok seorang, melainkan delapan orang menghadapi dua orang!

Dua orang pendeta Lama itu tiba-tiba mengeluarkan pekik melengking panjang, pekik yang mengandung khi-kang kuat sekali, membuat jantung Kun Liong tergetar hebat. Pemuda ini terkejut dan cepat dia menggunakan gin-kangnya meloncat dan menyambar tasbih dan tongkat yang sudah dapat dia cengkeram dengan kedua tangannya!

Melihat senjata mereka dapat tertangkap, dua orang pendeta itu kaget dan berbareng mereka menghantam dengan tangan kiri yang terbuka ke arah tubuh Kun Liong.

“Bukk! Bukkk!” tangan kiri Hun Beng Lama mengenai punggung Kun Liong, sedangkan tangan kiri Lak Beng Lama mengenai lambung.

Baru sebuah saja dari dua pukulan ini sudah cukup untuk menewaskan lawan. Akan tetapi anehnya, dua orang pendeta itu berteriak-teriak kaget dan mencoba untuk menarik-narik tangan kiri mereka yang sudah melekat pada punggung dan lambung!

Kiranya Kun Liong sengaja menerima pukulan mereka sambil mengerahkan sin-kang dan menggunakan ilmunya Thi-khi-i-beng sehingga bukan saja tubuhnya tidak terpengaruh pukulan, bahkan otomatis tenaga sin-kang kedua orang pendeta itu tersedot oleh pusarnya melalui punggung dan lambungnya! Tentu saja Hun Beng Lama dan Lak Beng Lama terkejut setengah mati ketika merasa betapa sin-kang mereka membanjir keluar!

“Omitohud...!” Sin Beng Lama berseru dan tiba-tiba tampak dua sinar api meluncur.

“Aduhh...!”

Kun Liong berteriak kaget ketika punggung dan lambungnya terasa panas terbakar. Kiranya jalan darahnya di bagian itu telah ditotok oleh Sin Beng Lama yang menggunakan “senjata” istimewa sekali, yaitu dua batang hio yang bernyala! Ketika merasa betapa telapak tangan mereka terlepas dari hisapan, Hun Beng Lama menarik tangan mereka dan cepat menampar.






“Plak! Desss...!” Tubuh Kun Liong terguling-guling oleh tamparan yang mengenai leher dan dadanya itu.

“Syuuuuttt... ahhhh...!”

Kun Liong terkapar dan berkelojotan tubuhnya karena dia merasa tubuhnya sakit-sakit seperti dibakar api ketika lima batang hio itu sudah meluncur dan menancap di lima bagian jalan darahnya secara luar biasa sekali! Kepalanya pening, pandang matanya kabur dan dalam keadaan setengah pingsan Kun Liong masih dapat mendengar suara Hong Ing,

“Jangan bunuh dia... aku tidak sudi pergi kalau dia dibunuh...! Kun Liong...!” Dan selanjutnya gelap dan dia tidak tahu apa-apa lagi!

“Auhhh..”

Kun Lion mengeluh, tubuhnya terasa nyeri semua, nyeri dan panas. Dia membuka matanya dan teringatlah dia bahwa dia roboh oleh Sin Beng Lama yang menyerangnya dengan sambitan lima batang hio yang merupakan sinar api kuning emas meluncur seperti kilat menyambar dan yang tepat mengenal lima jalan darah di tubuhnya.

“Uhhh...!”

Dia mengeluh lagi penuh kengerian ketika melirik dan melihat betapa lima biting itu telah menancap di kedua pundaknya, kedua pahanya dan yang satu di lambungnya. Dupa biting itu dapat menancap seperti anak-anak panah baja saja, dapat dibayangkan betapa lihai kakek pendeta Lama itu!

Kun Liong mengerahkan tenaganya, akan tetapi dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika tenaga sin-kangnya yang dilatihnya dari kedua orang gurunya, Bun Hwat Tosu dan Tiang Pek Hosiang, tidak dapat digunakan, seolah-olah sumbernya telah dihimpit dan tenage sin-kangnya tidak dapat timbul. Juga tenaga Thi-khi-i-beng yang tersimpan di pusarnya, tidak dapat dia gerakkan!

Tahulah dia dengan kaget sekali bahwa lima batang hio itu telah melumpuhkan sin-kangnya, dan teringatlah betapa dua tusukan hio biting itu pun telah melenyapkan tenaga sedot dari Thi-khi-i-beng ketika dia menggunakan ilmu itu terhadap Hun Beng Lama dan Lak Beng Lama! Bahkan ketika dia berusaha menggerakkan kedua tangan untuk mencabut hio-hio itu, kedua tangannya juga lumpuh karena hio-hio itu telah menotok kedua pundaknya.

Kun Liong bersikap tenang. Dia tahu bahwa Hong Ing telah dibawa pergi oleh mereka, bahwa dia hanya sendirian di pulau. Musuh-musuh yang tangguh itu telah pergi dan dia kini terlentang di atas pasir dalam keadaan tertotok oleh hio-hio itu, tak berdaya sama sekali, sedangkan hio-hio itu agaknya beracun. Hal ini dapat diduga dari rasa nyeri dan panas yang mengamuk di tubuhnya.

Akan tetapi dia tidak boleh putus harapan, tidak boleh gugup. Dia harus dapat menolong diri sendiri dulu, terutama sekali agar dia dapat mencari Hong Ing. Dia masih dapat mengingat teriakan Hong Ing yang terakhir ketika menyebut namanya, teriakan seorang yang berada dalam kesulitan. Tak mungkin Hong Ing, betapa pun bencinya kepadanya, biarpun andaikata dara itu tidak mencintainya, tak mungkin dara itu meninggalkannya begitu saja dalam keadaan seperti itu! Tidak mungkin!

Dia tahu siapa Hong Ing dan dara macam apa adanya dia! Hong Ing, di balik semua sifat dan wataknya yang aneh sebagai seorang wanita, memiliki hati yang berbudi. Tak mungkin Hong Ing tega meninggalkan dia dalam keadaan seperti itu, kalau dara itu tidak dipaksa. Dipaksa! Berarti diculik oleh tiga orang pendeta Lama itu! Dan tentu saja Hong Ing tidak akan mampu melawan mereka yang demikian lihainya. Karena itu, jelas bahwa Hong Ing berada dalam kesulitan. Dalam bahaya! Dan dia harus meholongnya, harus mengejar tiga orang pendeta Lama itu. Akan tetapi, yang terpenting sekarang, dia harus dapat membebaskan diri sendiri lebih dulu. Bagaimana caranya?

Kun Liong mengingat-ingat. Dari gurunya yang ke dua, Tiang Pek Hosiang, dia telah mempelajari ilmu-ilmu Jiu-kut-keng (Melemaskan Badan), dan dari Bun Hwat Tosu dia telah diajari dasar Ilmu I-kiong-hoan-hiat (Memindahkan Jalan Darah). Ilmu yang pertama itu memungkinkan dia untuk meloloskan diri dari belenggu yang bagaimana kuatpun, dan ilmu ke dua dapat membuat dia membuyarkan totokan yang menguasai tubuhnya.

Akan tetapi sekali ini, kedua ilmu itu tidak dapat dia pergunakan karena sumber tenaga sin-kangnya terhimpit. Sambil terlentang di atas pasir, hanya biji matanya yang bergerak-gerak dan dipaksa memandang ke langit yang hitam penuh terhias bintang. Kun Liong mengumpulkan ingatannya, mengenang kembali semua ilmu yang pernah dipelajarinya, mulai dari kecilnya dia belajar dari ayah bundanya, lalu kepada Bun Hwat Tosu, Tiang Pek Hosiang dan yang terakhir dari supeknya, Pendekar Cia Keng Hong. Kemudian di atas pulau kosong itu, dia membaca kitab Keng-lun Tai-pun ciptaan Kaisar Bun Ong.

Jutaan tak terbilang dari bintang-bintang di langit mengingatkan dia akan pelajaran tentang letak bintang dan artinya dengan kehidupan manusia yang dia pernah baca di dalam kitab Keng-lun Tai-pun itu, mengingatkan dia akan semua yang dipelajarinya dari kitab itu.

Otomatis dia teringat akan latihan napas dalam kitab itu dan segera pernapasannya diatur menurut pelajaran itu tanpa maksud tertentu. Betapa girang dan kaget hatinya ketika tidak lama setelah dia mengatur pernapasan menurut latihan dalam kitab itu, rasa nyeri dan panasnya banyak berkurang. Hal ini mendorongnya untuk mengerahkan seluruh perhatiannya dalam latihan ini, kemudian dengan semangat yang terbangun secara aneh, dia mulai menyalurkan semangat ini untuk menggerakkan kaki tangannya menurut petunjuk dalam kitab yang telah dihafalkan.

Dan hasilnya... benar-benar luar biasa. Dia dapat menggerakkan kaki tangannta! Bahkan kini himpitan di pusarnya mulai terangkat dan begitu dia dapat menggerakkan hawa sin-kangnya dari pusar, sin-kang yang dilatihnya dari Bun Hwat Tosu membuat lima batang hio itu terdorong keluar dari tubuhnya!

Kun Liong cepat bangkit duduk dan bersila, memejamkan matanya dan mengerahkan hawa sin-kang, disalurkannya berputaran di seluruh tubuhnya untuk menghalau semua hawa beracun, dan mengisi tubuhnya dengan hawa murni melalui pernapasan.

Sampai pada keesokan harinya, barulah Kun Liong berhasil memulihkan kesehatan dan tenaganya. Setelah dia membuka mata menggerak-gerakkan kedua lengannya sampai otot-ototnya berbunyi, barulah hatinya merasa puas karena dia telah sembuh sama sekali. Akan tetapi setelah dia sembuh perhatiannya akan diri sendiri lenyap dan kembali dia teringat kepada Hong Ing.

“Ahhhh... Hong Ing...!”

Dia mengeluh dan seperti kebiasaannya, kalau dia merasa bingung dan gelisah, tangan kirinya meraba-raba kepalanya yang gundul.

“Heiii...!”

Matanya terbelalak, dan kini tangan kanannya ikut pula meraba-raba kepalanya. Dia tidak mimpi! Tangan kirinya tidak kehilangan perasaanya. Memang benar kepalanya tidak kelimis dan licin lagi!

“Hong Ing...! Kepalaku berambut...!”

Dia melompat bangun, akan tetapi segera tertunduk kembali seperti dibanting karena dia teringat bahwa Hong Ing tidak berada di pulau! Kegirangan dan kekagetan meraba kepalanya yang tumbuh rambut itu tadi sejenak melupakan dia bahwa Hong Ing telah diculik orang.

Kini kedua tangannya menyelidiki kepalanya. Benar tumbuh rambut, biarpun masih pendek akan tetapi jelas terasa oleh rabaan tangan. Teringat dia akan telur-telur yang berpuluh banyaknya, yang tidak disukai oleh Hong Ing dan yang oleh dara itu telah direbus setiap hari untuk dia. Teringat dia betapa kepalanya menjadi gatal-gatal setelah makan telur-telur itu! Dan teringat pula dia akan cerita Hong Ing tentang seekor ular hitam yang mendarat dan tentang bentuk dan warna telur yang oleh dara itu disangka bukan telur kura-kura.

Kini dia mengerti. Telur-telur itu memang bukan telur kura-kura. Entah telur apa, mungkin saja telur ular yang dilihat Hong Ing itu. Dia tidak merasa heran kalau ada telur semacam binatang yang dapat memunahkan racun di tubuhnya sehingga rambut kepalanya tumbuh kembali. Dia tahu bahwa tidak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan di dunia ini. Ibunya, seorang ahli pengobatan yang pandai, pernah berkata bahwa di dunia ini, segala sesuatu ada lawannya. Demikian pun penyakit, sudah pasti ada obatnya.

Kalau ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan, hal itu hanya terjadi karena manusia belum menemukan lawan dari penyakit itu! Dan menurut ibunya, di udara, di atas dan di dalam tanah, di dalam air, di mana-mana terdapat bahan obat yang serba lengkap dan manusia hanya tinggal menyelidiki dan menemukannya saja. Sekarang, secara kebetulan sekali telur aneh itu merupakan lawan dari “penyakit” yang membuat rambut kepalanya tidak mau tumbuh, sehingga kepalanya menjadi normal kembali dan telah tumbuh rambut!

Setelah keadaan cuaca agak terang oleh sinar matahari pagi, Kun Liong berlari ke sumber air dan bercermin di kolam. Tak salah lagi, bintik-bintik hitam di kepalanya itu adalah rambut-rambut muda! Ah, betapa Hong Ing akan girang melihatnya, betapa mereka berdua akan tertawa-tawa menyaksikan keanehan yang amat menguntungkan ini.

Tiba-tiba dia menarik napas panjang. Hong Ing sudah lenyap! Dia harus mencarinya! Dan dia tahu ke mana harus mencari Hong Ing. Tidak lain dia harus mengejar tiga orang kakek pendeta Lama itu dan ke mana lagi mencari mereka kalau bukan ke Tibet?

Mulai pagi hari itu, dengan penuh ketekunan Kun Liong membuat sebuah perahu dari batang pohon besar yang ditumbangkamya di dalam hutan di tengah pulau. Tentu saja tidak mudah membuat sebuah perahu dari batang demikian besar tanpa alat apa pun kecuali ujung batu-batu karang yang runcing. Akan tetapi dengan penuh semangat, terdorong oleh kekhawatiran akan keselamatan Hong Ing, Kun Liong bekerja siang-malam dan hanya berhenti kalau perutnya sudah terlalu lapar untuk makan atau matanya sudah terlalu mengantuk untuk tidur.

Sambil bekerja dia mengenangkan semua peristiwa yang terjadi selama dia bersama dengan Hohg Ing. Dia menarik napas panjang dan harus mengakui bahwa dia benar-benar mencinta dara itu! Dan beberapa kali dia merasa malu kepada diri sendiri kalau dia mengingat akan semua sikap dan hubungannya dengan gadis-gadis lain. Betapa dahulu dia berpemandangan rendah soal cinta!

Betapa dahulu dia menganggap dara-dara itu seperti kembang yang indah harum untuk dipandang kagum dan dicium. Betapa dahulu dia menganggap bahwa rasa suka yang menarik hati antara muda-mudi hanyalah dorongan nafsu berahi semata! Dan sekarang, barulah dia merasakan benar-benar betapa hebat kekuasaan perasaan yang disebut cinta asmara ini! Betapa anehnya!

Dia menjadi bingung kalau mengenang sikap Hong Ing kepadanya. Kadang-kadang dia seperti dapat menangkap sinar mata penuh kasih mesra, dapat melihat sikap dara itu yang jelas membayangkan cinta kasih dara itu kepadanya. Akan tetapi, mengapa seringkali Hong Ing marah-marah kepadanya dan seolah-olah membencinya? Padahal, ketika dara itu melayaninya makan, ketika bercakap-cakap, bersendau-gurau, ketika mereka bersama membuat pondok, ketika mereka berkejaran dan berlumba mencari telur, semua itu jelas menunjukkan bahwa dara itu berbahagia di sampingnya, bahwa dara itu suka akan kehadirannya dan mencintanya!

Akan tetapi dara itu pun pernah memakinya seperti orang yang sombong, angkuh, tolol, dan yang lebih hebat lagi... memuakkan perutnya! Dan yang terakhir itu, sebelum dibawa pergi para pendeta Lama, ketika dia dengan terus terang menyatakan cinta kasihnya kepada Hong Ing, dara itu mula-mula kelihatan seperti orang yang terharu dan berbahagia, akan tetapi mengapa kemudian berubah menjadi marah-marah dan memandangnya penuh kedukaan dan kebencian? Mengapa?

Dia mengenangkan semua peristiwa itu, satu demi satu. Didengarnya kembali pengakuan cintanya kepada Hong Ing, didengarnya kembali semua ucapan Hong Ing kepadanya dan kemarahan dara itu kepadanya.

“Ohhh...!”

Tiba-tiba Kun Liong menghentikan pekerjaannya, duduk termangu-mangu dan mukanya menjadi pucat. Kembali dia membayangkan adegan tertentu dan kata-kata tertentu sebelum Hong Ing marah.

“Ahh, benar-benar tolol kau!”

Kun Liong menampar kepalanya yang kini tidak gundul lagi, melainkan tertutup rambut hitam yang kaya dan hitam, akan tetapi, baru satu senti panjangnya. Terngiang kembali dalam telinganya percakapan antara dia dan Hong Ing sebelum dara itu marah-marah bahkan telah menamparnya!

“Kau cinta padaku...? Lalu... bagaimana dengan wanita idaman yang kau khayalkan dahulu itu...?” Hong Ing bertanya kepadanya.

“Ha-ha, dahulu aku bodoh, aku dungu, tergila-gila kepada wanita khayali, wanita yang hanya bayangan... aku sungguh tolol seperti yang kau katakan...” dia menjawab.

Mendengar itu, Hong Ing menjadi pucat. Dia ingat betul akan perubahan ini, dan mendengar kembali suara Hong Ing yang terputus-putus.

“Apa... apa maksudmu...?”

Dan dia, betapa tololnya, ketololan yang amat keterlaluan, dia menjawab seenak perutnya sendiri saja,

“Dahulu aku tolol. Yang kucinta dengan seluruh jiwa ragaku hanyalah engkau, wanita dari darah daging, bukan wanita khayal itu, wanita dalam mimpi yang tentu saja tidak pernah ada.”

Hong Ing lalu menamparnya! Tentu saja! Dia sekarang sadar bahwa sepatutnya dia dipukul, bukan hanya ditampar!

Mengapa dia begitu tolol? Kini dia dapat menyelami perasaan hati seorang gadis seperti Hong Ing ketika mendengar pengakuannya yang bodoh bahwa wanita impiannya itu tidak pernah ada! Padahal Hong Ing melebihi semua wanita impiannya! Jawabannya yang bodoh itu tentu saja menyakitkan hati Hong Ing karena seolah-olah baginya, tidak ada wanita yang sempurna, seperti wanita khayalannya itu, bahkan Hong Ing pun tidak sesempurna wanita impiannya itu. Dia memang patut dipukul mampus!

Perasaan menyesal terhadap kesalahamya ini, kesalahan yang telah menghancurkan hati kekasihnya, membuat Kun Liong makin tekun. Tanpa mengenal lelah dia menyelesaikan pembuatan perahunya dan dua bulan kemudian selesailah perahu itu, sebuah perahu sederhana sekali.

Dia lalu berangkat meninggalkan pulau itu dengan mendayung perahunya. Yang dibawanya hanyalah kitab Keng-lun Tai-pun yang masih terus dipelajarinya karena isi kitab itu amat sukar dimengerti, harus dibaca berulang-ulang.

Harta pusaka berupa emas perak dan permata dia tinggalkan di pulau, dia sembunyikan di dalam sebuah di antara guha-guha di pulau itu, dia hanya membawa beberapa potong emas dan perak untuk bekal di perjalanan. Tujuannya hanya satu, mencari Hong Ing sampai ketemu! Dan arah perjalanannya setelah mendarat nanti telah pasti, kecuali kalau ada jejak dara itu yang menuju ke lain arah, yaitu ke Tibet!

**** 173 ****
Petualang Asmara







Tidak ada komentar: