*

*

Ads

FB

Minggu, 27 November 2016

Petualang Asmara Jilid 187

Dunia kang-ouw gempar dengan tersebarnya undangan dari Pek-lian-kauw wilayah timur yang akan merayakan pernikahan antara Liong Bu Kong, putera bekas Ketua Kwi-eng-pang dengan Cia Giok Keng, puteri dari Ketua Cin-ling-pai. Pek-lian-kauw menjadi wali dari Liong Bu Kong, sehingga dengan demikian berarti bahwa Pek-lian-kauw berbesan dengan Cin-ling-pai!

Tentu saja berita ini menggemparkan para orang gagah di dunia kang-ouw dan pada hari pernikahan yang telah ditentukan, berbondong-bondong orang-orang gagah dari segenap penjuru membanjiri muara Sungai Huai, markas besar Pek-lian-kauw wilayah timur itu.

Semua orang ingin menyaksikan peristiwa yang amat aneh ini, karena setahu mereka, Pendekar Sakti Cia Keng Hong Ketua Cin-ling-pai adalah seorang gagah yang selalu membantu pemerintah menentang Pek-lian-kauw. Bagaimana mungkin sekarang malah berbesan dengan Pek-lian-kauw, mengambil mantu seorang pemuda putera seorang datuk kaum sesat?

Pada pagi hari yang telah ditentukan, ruangan depan Pek-lian-kauw sampai ke pekarangan penuh dengan para tamu yang sebagian besar terdiri dari orang-orang dari dunia kang-ouw dan Hok-lim.

Baik golongan putih maupun hitam hadir, karena mereka semua tertarik oleh peristiwa yang luar biasa ini. Pihak Pek-lian-kauw yang ingin menarik sebanyak mungkin orang gagah untuk membantu perjuangannya melawan pemerintah, sekali ini mengadakan pesta besar-besaran. Daging dan arak diobral sampai berlimpah-limpah.

Di antara para tamu itu terdapat Hong Khi Hoatsu, Lie Kong Tek, dan Yap Kun Liong. Mereka bertiga bukan merupakan tamu-tamu yang diundang. Mereka sengaja menyelinap di antara sekian banyaknya tamu dan tentu saja tidak ada yang mengenal mereka dan tidak ada yang mencurigai.

Seperti diketahui, kedatangan mereka adalah untuk menyelidiki dan menolong seorang gadis bernama Bu Li Cun yang terculik oleh orang-orang Pek-lian-kauw. Akan tetapi, ketika tiba di situ dan melihat Pek-lian-kauw sedang mengadakan pesta pernikahan yang didatangi ratusan orang tamu, mereka bertiga tidak berani sembarangan turun tangan dan menyelinap di antara para tamu untuk melihat keadaan dan menanti kesempatan baik. Mereka baru saja tiba, maka tidak mendengar siapa yang akan menikah di markas Pek-lian-kauw itu, juga mereka tidak menganggap penting hal ini maka tidak menyelidiki.

Ketika sepasang pengantin keluar dari dalam untuk melakukan upacara pernikahan dan sembahyangan, para tamu memandang dengan penuh perhatian. Suasana menjadi sunyi karena semua orang tidak mengeluarkan suara, bahkan makan minum dihentikan dengan sendirinya.

Cia Giok Keng yang memakai pakaian pengantin, mencucurkan air mata karena terharu dan berduka. Dia tidak ingat hal-hal yang baru saja terjadi. Yang diingatnya hanyalah bahwa hari ini dia menikah dengan pemuda pilihannya, Liong Bu Kong yang upacaranya dilakukan oleh Pek-lian-kauw yang sudah menolong mereka. Dan dia ingat pula bahwa pernikahan ini tidak disetujui oleh ayahnya, dan bahwa dia telah terusir oleh ayahnya sehingga terpaksa menikah secara ini. Dia berduka sekali, akan tetapi sebagai seorang dara yang berhati keras, dia dapat menahan kedukaannya dan bertekad untuk melanjutkan keinginannya menikah dengan seorang pilihan hatinya sendiri.

Ketika keluar dan dituntun ke depan meja sembahyang yang sudah dipersiapkan secara mewah di ruangan depan untuk melakukan upacara pernikahan dengan disaksikan oleh semua tamu, Giok Keng tidak memperhatikan, bahkan tidak mempedulikan para tamu.






Di bawah pengaruh obat perampas ingatan, dia menurut saja ketika dituntun dan disuruh berlutut di depan meja sembahyang berdampingan dengan Liong Bu Kong yang mengenakan pakaian pengantin yang gagah dan indah. Hati pemuda ini girang sekali. Hari ini cita-citanya terlaksana. Dia dapat memperisteri Cia Ciok Keng secara sah! Malam nanti, dara yang cantik jelita ini akan menyerahkan diri kepadanya sebagai isterinya, dengan suka rela dan secara resmi!

Di samping kebahagiaan ini, dia pun memperoleh kedudukan yang kuat dan baik di Pek-lian-kauw! Kemujuran yang sama sekali tidak disangka-sangkanya setelah kesialan yang dialami ketika ibunya tewas dan Kwi-eng-pang hancur.

Seorang pendeta Pek-lian-kauw yang tua ditugaskan memimpin upacara sembahyang untuk meresmikan pernikahan itu. Hio telah dipasang, dupa telah dibakar, dan pendeta tua itu siap membaca doa liam-keng.

Akan tetapi, baru saja hio dibakar dan hendak diberikan kepada sepasang mempelai, tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring. Lengking yang panjang mengerikan, dan tampak sinar berkelebat diikuti pekik pendeta tua. Hio-hio terlepas dari tangannya karena dupa-dupa biting itu sudah patah semua. Tersusul suara keras dan meja sembahyang itu terguling berantakan!

Gegerlah semua orang, apalagi ketika tiba-tiba muncul seorang laki-laki gagah perkasa dan yang berdiri tegak, kedua tangan di pinggang, matanya mengeluarkan sinar berapi-api dan meja sembahyang tadi terguling oleh dorongan tangannya dari jarak jauh! Semua orang terkejut apalagi ketika banyak diantara mereka yang mengenal laki-laki setengah tua yang gagah perkasa itu.

“Cia Keng Hong Taihiap...!”

“Ketua Cin-ling-pai...!”

Bisikan-bisikan ini menjadi berantai dan semua orang memandang dengan mata terbelalak. Kiranya pendekar sakti ini yang muncul, ayah dari pengantin wanita yang kelihatan marah bukan main.

Belasan orang anggauta Pek-lian-kauw yang bertugas jaga di situ, tentu saja menjadi marah. Mereka ini tidak mengenal siapa adanya laki-laki yang datang mengacau ini dan mereka pun tidak menerima perintah sesuatu. Maka, melihat ada orang mengacau pesta, bahkan sudah menggulingkan meja sembahyang, belasan orang anggauta Pek-lian-kauw sudah menyerbu dan mengeroyok dengan senjata golok mereka.

Terdengar suara berkerontangan disusul pekik mereka dan seorang demi seorang robohlah delapan belas orang pengeroyok itu, roboh pingsan dan golok mereka terlempar ke sana-sini. Ketika mereka semua roboh, pendekar sakti itu masih berdiri bertolak pinggang di tengah-tengah antara mereka seolah-olah dia tadi tidak bergerak sama sekali dan para pengeroyoknya berjatuhan sendiri tanpa dia bergerak!

Adapun sepasang pengantin kini sudah bangkit berdiri dan memandang dengan wajah pucat kepada laki-laki perkasa yang bukan lain adalah Cia Keng Hong Ketua Cin-ling-pai itu! Cia Giok Keng sudah menyingkap tirai dari mukanya, dan memandang kepada ayahnya dengan mata terbelalak penuh kemarahan!

Sementara itu, melihat bahwa yang menjadi pengantin adalah Giok Keng, dan melihat munculnya Cia Keng Hong, tentu saja Kun Liong menjadi terkejut bukan main. Sungguh seujung rambut pun dia tidak pernah menyangka bahwa sepasang pengantin yang dirayakan di Pek-lian-kauw dan sejak tadi ditontonnya itu adalah Cia Giok Keng dan Liong Bu Kong!

Kalau supeknya tidak muncul, tentu dia tidak akan pernah tahu bahwa pengantin wanita adalah Giok Keng, gadis manis galak yang indah bentuk hidungnya itu! Melihat betapa Hong Khi Hoatsu juga terkejut dan terheran-heran karena kakek ini pernah mendengar nama besar Cia Keng Hong, Kun Liong berbisik,

“Dia adalah supekku Cia Keng Hong, dan ternyata yang menjadi pengantin wanita itu adalah puterinya. Tentu ada sesuatu yang tidak beres di sini, dan aku takkan dapat mendiamkannya saja...”

Hong Khi Hoatsu mengangguk-angguk dan menjawab dalam bisikan,
“Lebih baik kita melihat gelagat lebih dulu. Seorang sakti seperti supekmu itu belum tentu membutuhkan bantuan kita, dan tanpa permintaannya berarti lancang kalau kau turun tangan, Sicu.”

Kakek ini memandang Kun Liong dengan kagum. Baru dia tahu bahwa pemuda yang dia sudah duga amat lihal ini adalah murid keponakan dari Ketua Cin-ling-pai yang terkenal sekali itu.

Kun Liong mengangguk maklum. Memang tepat sekali pendapat kakek ini. Supeknya adalah seorang pendekar sakti yang memiliki nama besar dan kedudukan tinggi sekali di dunia kang-ouw. Kini urusan yang dihadapi supeknya adalah urusan pribadi yang menyangkut puterinya, maka sudah semestinya kalau dibereskan oleh pendekar besar itu sendiri. Kalau dia lancang turun tangan membantu tanpa diminta, hal ini tentu akan menyinggung kehormatan supeknya.

Akan tetapi dia merasa khawatir sekali. Dia maklum akan kekerasan hati Giok Keng yang tentu akan melawan siapa pun, bahkan ayahnya sendiri, untuk mempertahankan pendiriannya sendiri. Dan dia terheran-heran mengapa Giok Keng memilih Liong Bu Kong sebagai suami! Benar-benar wanita berwatak aneh sekali, wanita mendatangkan hal-hal yang luar biasa di dunia ini!

Lauw Kim In, dara yang manis dan... hemmm, indah sekali tubuhnya, telah mengorbankan diri menjadi isteri seorang laki-laki berotak miring seperti Ouwyang Bouw! Dan sekarang, Giok Keng, puteri Pendekar Sakti Cia Keng Hong, seorang dara yang cantik jelita, memilih Liong Bu Kong, putera datuk sesat yang amat jahat Ketua Kwi-eng-pang, menjadi jodohnya! Betapa anehnya kelakuan dara-dara cantik itu!

Akan tetapi di samping ketegangan hatinya, diam-diam dia merasa girang bahwa tanpa disengajanya, dalam mengikuti Hong Khi Hoatsu hendak menolong seorang gadis dari sarang Pek-lian-kauw, dia telah bertemu dengan Cia Keng Hong dan Cia Giok Keng.

Setelah secara luar biasa delapan belas orang anggauta Pek-lian-kauw yang berani lancang menyerang Cia Keng Hong roboh terbanting dan pingsan, keadaan menjadi sunyi dan menegangkan. Terdengar bisik-bisik di antara para tamu yang semua memandang penuh perhatian.

“Giok Keng...!”

Bentakan ini mengandung tenaga khi-kang yang amat hebat dan terasa menggetarkan jantung semua orang yang mendengarnya.

Akan tetapi pengantin wanita itu berdiri tegak memandang ayahnya dengan mata terbuka lebar penuh tantangan!

“Ayah, kau tidak berhak berbuat begini...” terdengar Giok Keng berkata, suaranya penuh duka namun juga penuh sesalan.

“Giok Keng, aku melarang engkau menikah di sini dan dengan seorang tokoh sesat!”

“Cia Locianpwe...!” Liong Bu Kong meloncat ke depan.

“Wuuuuttt... plakkkk! Bruuukk...!”

Tubuh Bu Kong terlempar dan terbanting roboh terdorong oleh hawa pukulan dahsyat yang keluar dari telapak tangan pendekar sakti itu. Akan tetapi karena dia telah memiliki tingkat kepandaian yang cukup tinggi, bantingan itu tidak membuat Liong Bu Kong pingsan seperti delapan belas orang anggauta Pek-lian-kauw, hanya membuat dia pening dan dia sudah meloncat berdiri dengan muka pucat dan mata merah.

Akan tetapi pemuda ini tentu saja maklum akan kelihaian “calon mertua” yang tidak mau mengakuinya itu, maka dia tidak berani bergerak lagi, melainkan mulai menengok dan mencari-cari Thian Hwa Cinjin dengan pandang matanya karena untuk menghadapi Cia Keng Hong yang sakti, dia hanya mengandalkan Ketua Pek-lian-kauw wilayah timur itu. Namun dia melihat betapa Thian Hwa Cinjin tersenyum kepadanya dan menggelengkan kepala, memberi isyarat agar dia jangan lancang turun tangan!

“Ayah, kau tidak berhak memukul calon suami pilihanku! Karena engkau telah menolak dan mengusir kami, kau tidak berhak mencampuri!”

Cia Giok Keng berseru keras dan dengan penuh kemarahan kepada ayahnya. Hatinya masih sakit karena teringat olehnya betapa dia diusir oleh ayahnya karena jatuh cinta kepada Liong Bu Kong dan melihat ayahnya datang mengacaukan pernikahannya.

“Cia Giok Keng! Kau menikah dengan seorang penjahat di Pek-lian-kauw pula? Kau hendak menodai nama keluarga kita? Lebih baik kau mati!” pendekar itu membentak marah.

“Locianpwe, harap Locianpwe sudi bersikap sabar dan tenang!”

Tiba-tiba terdengar suara lantang dan di depan pendekar sakti itu berdiri dengan tegak dan dengan sikap gagah seorang pemuda tinggi besar yang tampan dan gagah.

Kun Liong terkejut sekali ketika mengenal pemuda itu yang bukan lain adalah Lie Kong Tek! Ketika dia menoleh kepada Hong Khi Hoatsu, dia melihat kakek ini mula-mula juga terkejut, akan tetapi kakek itu lalu tersenyum dan mengangguk-angguk, kelihatan bangga sekali atas sikap muridnya. Namun Kun Liong merasa khawatir sekali dan menganggap pemuda itu terlampau lancang.

Cia Keng Hong juga kaget dan memandang pemuda itu dengan mata bernyala dan alis berkerut.

“Siapa, kau? Mau apa kau mencampuri?” bentaknya, suaranya penuh tenaga khi-kang yang amat kuat.

Namun Lie Kong Tek tidak mundur setapak pun, wajahnya yang tampan gagah itu masih tetap tenang dan sinar matanya tajam menentang pandang mata pendekar yang sedang marah itu.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: