*

*

Ads

FB

Selasa, 29 November 2016

Petualang Asmara Jilid 194

“Manusia iblis! Jahanam Liong Bu Kong, kau hendak lari ke mana?”

Giok Keng dengan kemarahan meluap-luap melakukan pengejaran dengan pedang di tangan.

“Keng-moi... tidak ingatkah kau akan cinta kasih kita...?” Liong Bu Kong berlari terus.

“Keparat! Jangan bicara tentang cinta, mulutmu tidak ada harganya untuk bicara tentang itu! Kau hendak lari ke mana? Ke mana pun akan kukejar!”

Giok Keng lalu memaki-maki dengan kemarahan meluap karena sejak tadi dia masih belum mampu menyusul laki-laki bekas kekasihnya yang kini amat dibencinya itu.

Liong Bu Kong adalah seorang yang amat cerdik. Dia maklum bahwa melawan Giok Keng, tingkat kepandaiannya seimbang, akan tetapi dalam keadaan marah dan nekat seperti itu, sukarlah baginya untuk mengalahkan dara perkasa itu. Dan dia tidak ingin membunuhnya, dia masih sayang kepada dara yang cantik ini. Kalau tidak bisa mendapatkannya secara suka rela, tidak segan-segan dia akan menggunakan paksaan.

Terlalu sayang kalau seorang dara semolek itu, yang tadinya seumpama daging sudah berada di depan bibirnya akan tetapi lolos, dibiarkan terlepas begitu saja. Maka dia terus berlari sambil memanaskan hati Giok Keng dengan kata-kata yang mengingatkan dara itu akan cinta kasih mereka, mengingatkan dara itu betapa dia tertipu oleh Liong Bu Kong. Melihat Giok Keng mengejar makin dekat, diam-diam Liong Bu Kong memilih jalan memutar sehingga makin lama mereka makin mendekati Pek-lian-kauw dari arah lain!

Setelah tiba di sebuah dinding karang di pegunungan itu, Liong Bu Kong menarik alat rahasia yang tersembunyi di antara karang menonjol. Itulah alat rahasia yang membunyikan tanda bahaya di sebelah dalam markas Pek-lian-kauw, melalui lorong rahasia di dalam gunung. Kemudian, sambil tersenyum Liong Bu Kong berdiri dengan pedang di tangan menanti Giok Keng yang tak lama kemudian sudah tiba di situ.

“Keng-moi, lupakah kau akan saat-saat bahagia ketika kita memadu asmara, saling peluk cium dengan mesra? Kejamkah hatimu untuk menukar semua itu dengan permusuhan dan saling membunuh? Moi-moi, aku cinta padamu, Moi-moi. Apa pun yang terjadi...”

“Tutup mulutmu yang kotor dan busuk! Kau manusia berhati iblis! Kalau hari ini aku tidak dapat membunuhmu, biarlah aku mati di ujung pedangmu!”

Giok Keng membentak dan menerjang dengan dahsyatnya. Liong Bu Kong menangkis sambil meloncat ke kiri dan segera terjadilah pertempuran yang amat seru dan mati-matian di pihak Giok Keng, sedangkan Liong Bu Kong lebih banyak mempertahankan diri sekuatnya sambil menanti datangnya bala bantuan.

Dia tidak perlu menanti lama. Isyarat itu telah diterima oleh Pek-lian-kauw yang pada saat itu sedang menjamu para tokoh kang-ouw di ruangan tamu karena pertempuran tadi sudah selesai. Mendengar tanda bahaya dari balik gunung di belakang ini, Bong Khi Tosu lalu memimpin sepasukan anggauta Pek-lian-kauw yang terdiri dari dua puluh orang, melalui lorong rahasia cepat lari menuju ke balik gunung dan menerobos keluar dari dalam guha rahasia.

Melihat Liong Bu Kong sedang diserang mati-matian oleh Cia Giok Keng, sejenak Bong Khi Tosu tercengang. Tak disangkanya bahwa sepasang pengantin gagal itu kini sedang saling serang sedemikian serunya dan dia tertawa,






“Ha-ha-ha, mestinya saling serang di dalam kamar pengantin, siapa kira kini saling menyerang dengan pedang di tangan ini!”

“Bong Khi Tosu, lekas bantu aku menangkap wanita liar ini. Jangan bunuh, tangkap hidup-hidup!”

Liong Bu Kong berteriak dan pasukan itu dipimpin oleh Bong Khi Tosu segera mengepung Cia Giok Keng!

Giok Keng terkejut sekali menyaksikan munculnya pasukan Pek-lian-kauw dari sebuah guha yang sama sekali tak disangka-sangkanya itu. Dia terheran-heran memikirkan dari mana datangnya pasukan ini karena dia sama sekali tidak sadar bahwa dia telah dipancing mendekati kembali sarang Pek-lian-kauw oleh Liong Bu Kong, akan tetapi sedikit pun dia tidak gentar.

Sambil mengeluarkan pekik melengking nyaring sekali dia lalu menyambut pengeroyokan itu dan robohlah dua orang anggauta pengeroyok Pek-lian-kauw. Hal ini membuat Bong Khi Tosu marah dan lalu menerjang sambil memimpin anak buahnya, menyerang dengan ketat dan hujan senjata menyambar ke arah tubuh Giok Keng yang memaksa gadis itu tidak mampu menyerang lagi melainkan harus memutar pedang melindungi tubuhnya dari sambaran senjata yang amat banyak itu, sedangkan dia pun harus waspada terhadap Liong Bu Kong yang menanti kesempatan untuk merobohkan dan menangkapnya.

Betapa pun gagahnya Cia Giok Keng, namun karena di situ terdapat Liong Bu Kong yang amat lihai, sedangkan Bong Khi Tosu dan dua puluh orang anggauta Pek-lian-kauw ini pun masing-masing bukanlah orang lemah, tentu saja dalam waktu singkat Giok Keng terdesak hebat. Dahi dan lehernya sudah bercucuran peluh dan tangannya yang memutar pedang dan selalu menangkis senjata lawan yang sedemikian banyaknya sudah terasa pegal dan lelah.

“Pergunakan jala...!”

Bong Khi Tosu yang ingin memenuhi permintaan Liong Bu Kong memberi aba-aba. Tokoh Pek-lian-kauw ini tahu betapa pentingnya menangkap hidup-hidup puteri Ketua Cin-ling-pai itu. Bukan hanya untuk menyenangkan hati Liong Bu Kong yang dianggap sekutu dan diharapkan membantu Pek-lian-kauw, akan tetapi juga untuk menaklukkan Ketua Cin-ling-pai yang demikian saktinya, jalan terbaik adalah menawan puterinya ini!

Empat orang anggauta Pek-lian-kauw yang ahli menggunakan jala, kini telah maju mengurung dari empat penjuru, di antara semua orang yang masih terus mengeroyok dara itu.

Giok Keng maklum akan bahaya ini maka matanya selalu mengawasi gerak-gerik empat orang yang mencari kesempatan itu sambil tetap memutar pedang ke kanan kiri, atas dan bawah untuk menghalau pergi setiap senjata pengeroyok yang datang menyambar.

Tiba-tiba yang dikhawatirkan itu terjadilah. Sebuah jala dilempar dari arah belakangnya, mendatangkan suara bersiutan dan jala itu berkembang lebar, menerkam ke arah dirinya. Maklum bahwa sekali terkurung dalam terkaman jala keadaannya akan menjadi berbahaya sekali, Giok Keng kembali mengeluarkan suara lengkingan tinggi, di antara hujan senjata itu memutar tubuhnya dan pedangnya bergerak ke arah bayangan lebar hitam yang menerkam itu.

“Trang! Cringg... krrrttt...!!”

Pedangnya bergerak secara luar biasa sekali dan si pemegang jala berteriak kaget ketika jala itu terbabat putus-putus dan robek oleh pedang Giok Keng yang kembali sudah memutar senjatanya untuk melindungi tubuhnya.

Akan tetapi gerakan ini membuat Giok Keng kurang dapat mempertahankan tubuh belakangnya dan pada saat jala pertama robek, jala ke dua sudah datang dari arah belakang pula, menerkam tubuhnya! Giak Keng berseru kaget, meronta dan menggunakan pedangnya untuk membabat jala, akan tetapi karena jala itu sudah menyelimutinya, gerakannya tentu saja menjadi kacau dan sukar.

Betapapun juga, andaikata dua helai jala yang lain tidak segera menerkam dirinya, tentu dia akan berhasil meloloskan dirinya dari jala ke dua tadi. Kini tubuhnya tertutup dan diselimuti tiga helai jala dan dia seperti seekor ikan yang tak berdaya, hanya dapat meronta-ronta dan memaki-maki.

“Liong Bu Kong manusia iblis! Pengecut tak tahu malu, menggunakan cara yang curang! Lepaskan jala ini dan mari kita bertanding sampai mati!”

“Ha-ha-ha, Keng-moi, manisku. Sayang kalau sampai kau mati sebelum kau menjadi milikku dan sebelum aku menikmatimu sepuas hatiku, ha-ha-ha!”

“Laki-laki tak tahu malu, mulutmu kotor sekali!”

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan sesosok bayangan manusia berkelebat datang, menyambar ke arah Giok Keng yang tertutup jala, kedua tangan orang itu bergerak merenggut jala-jala itu, terdengar suara nyaring dan tiga helai jala itu robek semua, pemegang talinya terpelanting dan dalam sekejap mata saja Giok Keng bebas kembali!

“Terima kasih, Kun Liong!”

Giok Keng berkata dan pedangnya sudah berkelebat mengamuk sehingga dalam kemarahannya itu gerakannya menjadi luar biasa sekali dan robohlah dua orang pengeroyok. Dia hendak menerjang Liong Bu Kong yang amat dibencinya itu, namun dia dihalangi oleh para anggauta Pek-lian-kauw sehingga membuat hati gadis ini makin marah.

Sementara itu, Kun Liong tersenyum gembira mendengar suara Giok Keng yang menandakan bahwa gadis itu benar-benar telah pulih kembali ingatannya, kembali seperti Giok Keng dahulu, dara yang amat cantik jelita, yang sampai sekarang bentuk hidungnya membuat dia terpesona kagum, dara yang periang, liar dan galak, yang menyebut namanya begitu saja padahal sudah sepatutnya kalau dara itu menyebutnya kakak atau suheng, baik dipandang dari segi usia maupun hubungan.

Karena gembiranya, Kun Liong sampai kurang memperhatikan dan baru dia sadar ketika melihat Liong Bu Kong menekan-nekan batu di dinding karang dan tahulah dia bahwa pemuda itu tentu menggerakkan alat rahasia maka secepat kilat dia meloncat ke arah Liong Bu Kong sambil membentak,

“Engkau manusia berakhlak rendah sekali!”

Liong Bu Kong menyambut sambaran tubuh Kun Liong itu dengan tusukan pedangnya sambil membalikkan tubuh setelah dia berhasil memberi isyarat kepada Pek-lian-kauw tentang bahaya yang lebih besar lagi! Pedang Lui-kong-kiam di tangannya berubah menjadi sinar kilat menyambar ganas, meluncur ke arah dada Kun Liong yang sedang menerjangnya.

“Sing...! Wuuut, plak-plakk!”

Tubuh Liong Bu Kong terbanting keras ke kiri ketika tusukannya itu dapat dihindarkan oleh Kun Liong yang melempar tubuh ke kiri, kemudian dari samping dia mendorong ke arah Liong Bu Kong dengan kedua tangannya, mengerahkan sin-kangnya. Liong Bu Kong terkejut dan berusaha menangkis, akan tetapi dua kali benturan itu membuat tubuhnya terbanting dan tergetar hebat.

Masih untung bagi Liong Bu Kong bahwa sampai saat itu, Yap Kun Liong masih saja merasa tidak suka untuk membunuh, maka dorongan tangannya tadipun hanya dilakukan dengan pengerahan tenaga secukupnya saja untuk mengatasi lawan. Andaikata Kun Liong berniat membunuh, agaknya dengan pengerahan sin-kang sekuatnya, Liong Bu Kong tentu takkan dapat bangun kembali.

Namun, harus diakui bahwa Liong Bu Kong juga lihai. Setelah terbanting keras seperti itu, dia masih mampu terus menggulingkan tubuhnya menjauhi Kun Liong dan dari tangan kirinya ketika dia bergulingan itu menyambar sinar-sinar hijau ke arah Kun Liong. Pemuda ini dengan tenangnya mengebutkan kedua lengan bajunya dan senjata-senjata rahasia kecil-kecil berupa duri hijau yang beracun itu semua runtuh ke atas tanah.

Pada saat Liong Bu Kong sudah meloncat berdiri dan siap lagi menghadapi lawan yang dia tahu amat lihai ini, muncullah sepasukan orang-orang Pek-lian-kauw yang jumlahnya belasan orang, dipimpin oleh Loan Khi Tosu, Ouwyang Bouw dan Lauw Kim In! Ketika mereka ini melihat betapa Cia Giok Keng dan Yap Kun Liong mengamuk, cepat mereka sudah menerjang maju.

“Giok Keng, hati-hatilah!”

Kun Liong berseru sambil melompat jauh ke tempat Giok Keng. Dia tidak khawatir menyaksikan begitu banyak lawan, akan tetapi dia mengkhawatirkan keselamatan Giok Keng karena melihat betapa Giok Keng bertempur dengan kemarahan meluap-luap. Hal ini membahayakan dara itu, apalagi setelah dia melihat munculnya lawan-lawan tangguh seperti Ouwyang Bouw, Lauw Kim In, dan Loan Khi Tosu!

Giok Keng juga melihat munculnya pasukan baru, maka dia maklum akan maksud hati Kun Liong. Tanpa bicara apa-apa, kedua orang ini lalu memasang kuda-kuda saling membelakangi, dengan demikian bagian belakang mereka terlindung, mereka saling melindungi dan hanya menghadapi lawan yang berada di depan dan kanan kiri saja.

Dalam kesempatan selagi menanti datangnya serbuan para pengeroyok yang jumlahnya amat banyak itu, Giok Keng berbisik tanpa menoleh,

“Kun Liong, kau maafkan semua kesalahanku dan terima kasih atas bantuanmu.”

Terharu hati Kun Lion mendengar ini.
“Hushhhh...!” bisiknya kembali, “bukan waktunya berbicara, Sayang. Kita menghadapi bahaya...”

Liong Bu Kong yang menyaksikan betapa kedua orang itu berbisik-bisik, menjadi panas hatinya dan segera dia berseru,

“Serbuuu...!” lalu memelopori penyerangan itu yang diikuti oleh semua orang.

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: