*

*

Ads

FB

Selasa, 29 November 2016

Petualang Asmara Jilid 195

Yap Kun Liong telah melihat datangnya seorang anggauta Pek-lian-kauw yang memegang toya dan yang memang telah diincarnya maka secepat kilat dia mencelat ke kiri, ke arah orang ini, kedua tangannya bergerak dan orang itu roboh tertotok dan toyanya telah terampas secara yang dia tidak ketahui bagaimana!

Kun Liong menggunakan tenaganya mematahkan toya itu di tengah-tengah dan... di kedua tangannya telah tampak sepasang tongkat pendek yang segera dimainkan dengan ilmu Tongkat Siang-liong-pang (Sepasang Naga) yang dahulu dia pelaiari dari Bun Hwat Tosu. Terdengar suara trang-tring-trang ketika banyak senjata lawan terlempar ketika bertemu dengan sepasang tongkat ini. Juga Giok Keng sudah mengamuk dengan pedangnya, merobohkan dua orang lagi dengan cepatnya.

Melihat ini, Ouwyang Bouw dan Lauw Kim In lalu menerjang ke depan, membantu Liong Bu Kong mengeroyok Kun Liong, sedangkan Bong Khi Tosu dan Loan Khi Tosu mengeroyok Giok Keng.

Tentu saja selain mereka, para anak buah Pek-lian-kauw juga ikut pula mengeroyok dan sungguhpun mereka itu bukan merupakan lawan tangguh bagi Kun Liong dan Giok Keng, namun jumlah mereka yang amat banyak itu merepotkan juga.

Karena khawatir akan keselamatan Giok Keng sedangkan dia sendiri didesak oleh tiga orang yang cukup lihai itu, Kun Liong sengaja menahan pedang Lauw Kim In dengan tongkatnya sambil berkata,

“Hemm, setangkai bunga mawar indah bersih dari Go-bi tercemar dalam lumpur...”

Lauw Kim In menjadi merah mukanya dan dia menarik pedangnya untuk ditikamkan ke lambung Kun Liong, dan pada saat itu, Ouwyang Bouw yang juga mengerti akan sindiran ini sudah menggerakkan pedang ularnya ke arah leher Kun Liong.

“Trang... cringgg...!”

Kun Liang menangkis sambil meloncat ke atas untuk mengelak sambaran pedang Liong Bu Kong yang menggunakan kesempatan tadi untuk membabat ke arah kakinya.

“Kasihan Sin-kouw... tidak tahu betapa Pek-eng Kiam-hoat ciptaannya itu dipergunakan untuk membantu pemberontak dan penjahat! Aihhh, yang menjadi guru, mati pun tidak bisa meram, apalagi masih hidup!”

“Iihhhh...”

Kim Lauw Kim In menjerit karena tidak tahan lagi mendengar sindiran itu, air matanya bercucuran dan betapa pun kerasnya hati wanita ini, karena selama ini penderitaan batinnya sejak dia menyerahkan dirinya kepada Ouwyang Bouw ditekan-tekan, seolah-olah dibuka bendungannya oleh Kun Liong. Lauw Kim In mundur-mundur dan mukanya pucat sekali.

Melihat ini, Ouwyang Bouw marah bukan main.
“Manusia bermulut lancang dan beracun!”






Kedua tangannya bergerak dan serangkum sinar merah menyambar ke arah seluruh tubuh Kun Liong. Pemuda ini terkejut karena mengerti bahwa itulah jarum-jarum merah yang pernah membuat kepalanya gundul! Cepat dia memutar kedua tongkatnya sambil meloncat ke kiri. Sebagian dari jarum-jarum merah beracun itu dapat dia pukul runtuh dan sebagian lagi dapat dia elakkan.

“Aduhhhh...!”

Tiba-tiba terdengar Giok Keng menjerit dan bukan main kagetnya hati Kun Liong karena baru dia teringat bahwa di belakangnya terdapat Giok Keng sehingga ketika dia mengelak tadi, jarum-jarum merah langsung menyambar tubuh dara itu dan mengenai bagian belakang tubuhnya!

“Celaka!” serunya dan cepat dia memutar tongkat membalikkan tubuh.

Melihat Giok Keng limbung dan hampir jatuh, Kun Liong cepat membuang kedua tongkatnya, menyambar pedang dari tangan Giok Keng dan memondong tubuh yang lemas itu, memanggulnya dan dia melindungi tubuh mereka berdua dengan pedang Giok Keng yang diputar amat cepatnya sehingga tampaklah gulungan sinar berkilauan yang menyelimuti tubuh mereka berdua.

Semua senjata yang bertemu dengan sinar bergulung-gulung ini terpental dan semua pengeroyok menjadi gentar dan mundur kembali.

“Kepung, jangan biarkan dia lolos!”

Liong Bu Kong berteriak keras, khawatir juga ketika melihat betapa Lauw Kim In sudah lari dari tempat itu dikejar oleh suaminya, Ouwyang Bouw. Dengan perginya dua orang yang lihai ini, terutama Ouwyang Bouw dia merasa kehilangan tenaga bantuan yang boleh diandalkan.

Baiknya Giok Keng sudah terluka dan Kun Liong sedang memanggul tubuh dara itu, maka dia bersama Loan Khi Tosu dan Bong Khi Tosu, dibantu oleh hampir tiga puluh orang anak buah Pek-lian-kauw, yaitu sisa mereka yang belum roboh, mengurung dan mendesak Kun Liong, tidak memberinya kesempatan untuk melarikan diri.

Repot juga Kun Liong dikeroyok demikian banyak dalam keadaan seperti itu. Tentu saja andaikata Giok Keng tidak terluka, mereka berdua masih akan sanggup menandingi mereka semua setelah Ouwyang Bouw dan Lauw Kim In pergi, dan agaknya akan mudah dapat meloloskan diri. Akan tetapi sekarang, setelah Giok Keng terluka dan pingsan dalam panggulannya, tentu saja membuat gerakannya tidak leluasa lagi.

Kekhawatirannya terhadap Giok Keng yang telah terkena jarum merah Ouwyang Bouw yang dia tahu amat berbahaya, membuat hatinya terasa tidak karuan dan akhirnya dia menjadi marah. Dengan pekik melengking keras yang merobohkan beberapa orang anggauta Pek-lian-kauw yang kurang kuat, dia lalu membentak,

“Liong Bu Kong! Kalau kau tidak menarik mundur semua orang ini, terpaksa aku akan membunuhmu!”

Liong Bu Kong terkejut, akan tetapi dia mengira bahwa pemuda itu hanya menggertaknya saja karena dalam keadaan terdesak, maka dia tertawa.

“Kepung dia! Bunuh pemuda pengacau ini!”

Kun Liong menjadi mata gelap. Sejak kecil dia tidak suka akan kekerasan, tidak suka memukul orang apalagi membunuh merupakan pantangan besar baginya. Kini, gelisah akan keselamatan Giok Keng dan melihat kekejaman hati Liong Bu Kong yang membuat gadis itu sengsara, dia menjadi mata gelap dan dengan bentakan nyaring dia menerima semua sambaran pedang ke arah tubuhnya, hanya melindungi tubuh Giok Keng.

Berbareng ketika senjata-senjata mengenai tubuhnya dia sudah menerjang maju dengan pedang Gin-hwa-kiam milik Giok Keng itu, menyerang Liong Bu Kong tanpa mempedulikan hujan senjata mengenai tubuhnya. Terdengar suara bak-bik-buk dan semua senjata itu terpental kembali. Liong Bu Kong terkejut melihat sinar perak menyambar, cepat dia menangkis dengan Lui-kong-kiam.

“Crangggg...!”

Liong Bu Kong memekik kaget, pedangnya terlepas dari pegangan tangannya dan cepat dia melempar tubuhnya ke atas tanah. Kalau tidak cepat gerakannya ini, tentu dia telah menjadi korban pedang Gin-hwa-kiam. Melihat serangannya hanya berhasil melepaskan pedang lawan yang dapat dengan cepat menghindar dengan cara melempar diri ke atas tanah, Kun Liong mengayun kakinya menendang ke arah kepala Liong Bu Kong. Bu Kong mengangkat kedua lengannya menangkis.

“Desss!”

Tubuh Liong Bu Kong mencelat dan terguling-guling sampai sepuluh meter jauhnya. Dia dapat bangkit berdiri lagi dengan kepala pening dan mata berkunang, menggoyang-goyang kepalanya dan keringat dingin bercucuran keluar ketika dia melihat Kun Liong sudah dikepung lagi.

Kini para pengeroyok itu atas komando Loan Khi Tosu yang cerdik, menujukan senjata mereka kepada tubuh Giok Keng! Akal ini benar-benar membuat Kun Liong menjadi repot sekali. Dia tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri yang dapat dibuatnya kebal terhadap senjata dengan sin-kangnya, akan tetapi Giok Keng yang pingsan itu tentu akan celaka kalau terkena senjata lawan.

Lega dan girang juga hati Liong Bu Kong melihat betapa lawan yang amat tangguh itu kini dikepung ketat. Dia hampir saja celaka tadi, seperti lolos dari lubang jarum. Dengan tulang-tulang tubuhnya terasa nyeri, dia berjalan terpincang-pincang mencari senjatanya yang tadi terlepas. Akhirnya dia melihat senjata pedangnya itu dan dengan cepat dia berlari menghampiri untuk mengambilnya.

Selagi tangan Bu Kong meraih pedang, tiba-tiba ada sebuah kaki kecil yang menginjak pedang itu! Bu Kong terkejut akan tetapi dia sudah memegang gagang pedangnya, maka sekuat tenaga dia membetot gagang pedang itu dan... pedang yang terinjak kaki kecil itu tidak berkutik sedikit pun! Betapa pun Bu Kong mencabut sambil mengerahkan tenaga, sia-sia saja karena pedang itu seakan-akan telah menjadi satu dengan kaki yang menginjaknya.

Bu Kong cepat mengangkat mukanya dan kaki itu ternyata milik seorang gadis cantik dan gagah, seorang dara cantik yang matanya begitu tajam dan bening, indah seperti mata burung Hong, seorang gadis berpakaian ringkas dan tampak dua batang pedang di tubuhnya, satu di punggungnya dan sebatang lagi di ikat pinggangnya yang merupakan pedang pendek.

Liong Bu Kong terbelalak ketika dia mengenal wajah gadis yang cantik namun dingin dan angkuh itu.

“Kau...? Kau... Giok-hong-cu Yo Bi Kiok?” katanya memandang kepada hiasan burung Hong dari kumala yang menghias baju di dada gadis itu.

Rasa terkejut dan heran bercampur dengan harapan dan kegirangan. Dia terkejut dan heran melihat kelihaian gadis ini yang mampu menginjak pedangnya sedemikian kuatnya sehingga dia sendiri tidak dapat menariknya kembali, dan dia girang dan penuh harapan akan mendapat bantuan gadis ini. Bukankah Yo Bi Kiok ini dapat dikatakan segolongan dengan dia, bahkan guru gadis ini, Bu Leng Ci yang berjuluk Siang-tok Mo-li pernah bersekutu dengan ibunya, dan hiasan burung Hong kumala di dada gadis itu pun adalah pemberian ibunya? Maka dia cepat melepaskan gagang pedangnya, bangkit berdiri dan berkata sambil tersenyum, girang,

“Aihh, kiranya Kiok-moi yang datang...! Dan kau hebat sekali! Kiok-moi, kebetulan kau datang, marilah membantu kami menaklukkan iblis itu!”

Dia menuding ke arah Kun Liong yang masih mengamuk dan dikepung ketat seperti seekor jengkerik dikeroyok segerombolan semut.

“Huh, siapa adikmu? Liong Bu Kong, aku datang untuk mengambil nyawamu!”

Tentu saja Liong Bu Kong merasa kaget bukan main sampai matanya terbelalak dan dia tidak dapat menjawab.

“Ambil pedangmu dan bersiaplah!” kata pula Yo Bi Kiok dengan suara dan pandang mata dingin.

Terpaksa Bu Kong mengambil pedangya yang sudah dilepaskan oleh kaki Bi Kiok dan dia membantah,

“Yo Bi Kiok, lupakah kau bahwa kita segolongan? Lihat, Giok-hong-cu itu masih berada di dadamu. Bukankah itu pemberian ibuku?”

Yo Bi Kiok menjebikan bibirnya yang merah.
“Hemm, memang kubawa dan tadinya akan kukembalikan kepada Kwi-eng Niocu, sayang dia telah mampus, karena itu biarlah kukembalikan kepada puteranya. Nih, terimalah kembali!”

Tiba-tiba sekali, dengan kecepatan yang tidak terduga-duga oleh Bu Kong, tangan kiri gadis itu merenggut hiasan itu dan secepat kilat pula perhiasan dari kumala itu telah melayang menyambar antara kedua mata Bu Kong! Pemuda ini berseru kaget, cepat dia mengelak dengan merendahkan tubuh dan menundukkan kepala.

“Sswwtttt...!”

Perhiasan itu melayang lewat di atas kepalanya dan menancap di dinding karang. Dan pada saat itu, Bi Kiok telah menerjangnya dengan pedang pendek di tangan kiri. Demikian cepatnya gerakan Bi Kiok, begitu melontarkan perhiasan tadi terus langsung mencabut pedang di pinggang dan langsung pula menyerang, sehingga Bu Kong terkejut setengah mati, cepat menangkis.

“Cring-trangggg...!”

“Ehhhh...?”

Liong Bu Kong kembali terkejut. Tangannya sampai tergetar hebat ketika pedangnya bertemu dengan pedang di tangan kiri gadis itu. Akan tetapi dia tidak sempat terheran lebih lama lagi karena kembali pedang gadis itu telah menyambar dengan kecepatan dan kekuatan yang amat luar biasa!

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: