*

*

Ads

FB

Senin, 19 September 2016

Petualang Asmara Jilid 012

“Tahan semua...!!”

Bentakan Yan Cu mengandung tenaga khi-kang yang hebat, membuat semua pengawal yang sudah mulai bergerak itu terkejut dan terguncang jantungnya, memandang kepada nyonya yang sudah berdiri tegak dan memalangkan golok rampasan di depan dada, tidak mempedulikan para pengawal yang sudah membuat gerakan mengurungnya, melainkan menunjukkan perhatian dan pandang matanya ke arah Ma-taijin.

“Ma-taijin, aku datang bukan untuk berkelahi, bukan untuk mengamuk, akan tetapi untuk bertemu dan bicara denganmu!”

“Hemmm, perempuan tak berbudi!” Pembesar itu membentak karena merasa malu mendengar kata-kata dan melihat sikap yang sama sekali tidak menghormatinya itu, malu kepada para pengawalnya karena sikap wanita itu benar-benar telah menyeret turun wibawa dan derajatnya! “Seorang pemberontak dan berdosa besar seperti suamimu dan engkau apalagi setelah berani datang mengacau di sini, mau bicara apa lagi?”

“Ma-taijn, seorang pembesar tentu mengerti akan hukuman pemerintah, akan tetapi mengapa engkau bicara tanpa bukti, melainkan fitnah yang bukan-bukan? Engkau tahu sendiri bahwa suamiku dan aku telah menjadi penduduk Leng-kok selama sebelas tahun. Siapakah di antara penduduk Leng-kok yang pernah melihat perbuatan kami yang memberontak? Pernahkan kami melakukan sesuatu yang merugikan negara dan rakyat? Baru sekarang ada orang yang melakukan fitnah, menuduh kami pemberontak, dan orang itu adalah engkau, Taijin. Apakah engkau tidak takut akan bayangan sendiri menjatuhkan fitnah palsu kepada kami?”

“Berani benar engkau berkata demikian, perempuan berdosa! Sudah jelas bahwa suamimu Yap Sinshe melakukan dua kali pelanggaran dosa terhadap pemerintah, dan sekarang ditambah lagi dengan sebuah pelanggaran yang dilakukan olehmu sendiri!”

“Sebutkan dosa-dosa itu, Ma-taijin, agar tidak membikin hati penasaran!” Yan Cu berkata, menahan kemarahannya.

“Dosa pertama suamimu adalah bahwa dia tidak membunuh tosu Pek-lian-kauw, dia melindungi Pek-lian-kauw atau kemungkinan besar dia bersekutu dengan Pek-lian-kauw.”

“Bohong besar!” Yan Cu berteriak, “Adakah dalam hukum pemerintah bahwa setiap orang warga harus dan berkewajiban untuk membunuh seorang anggota Pek-lian-kauw? Pek-lian-kauw adalah musuh pemerintah dan menjadi orang-orang seperti engkau dan para pengawalmulah untuk memusuhi, dan membasminya! Kami, atau dalam hal ini suamiku, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Pek-lian-kauw, bahkan sebagai seorang warga negara yang baik telah menolong tiga orang perwira pengawalmu yang akan dibunuh. Mencegah pembunuh adalah kewajiban setiap orang, apalagi kami yang berjiwa Pendekar. Akan tetapi, membunuh tosu Pek-lian-kauw bukanlah tugas suamiku.”

“Dosa kedua adalah kegagalan suamimu menyembuhkan tiga orang perwiraku. Tiga orang perwira pemerintah.”

“Sungguh tidak masuk akal! Sejak kapan pemerintah mengeluarkan undang-undang bahwa kegagalan menyembuhkan merupakan dosa dan pelanggaran hukum?”






“Suamimu, terutama engkau, telah terkenal sekali di Leng-kok sebagai ahli pengobatan. Jarang ada penyakit yang tidak terobati sampai sembuh oleh kalian berdua! Akan tetapi justeru mengobati tiga orang perwira pemerintah, kalian gagal! Bukankah ini merupakan kesengajaan dan perbuatan yang condong membantu Pek-lian-kauw? Dosa yang ke tiga adalah engkau yang berani memberontak dan melawan kami!”

“Bohong semua! Suamiku dan aku bukanlah malaikat pengatur nyawa yang dapat memanjangkan usia manusia! Juga kami bukanlah malaikat maut yang suka mencabut nyawa! Kami sudah berusaha mati-matian mengobati, akan tetapi tiga perwira yang menderita luka pukulan beracun Pek-tok-ci tak dapat ditolong dan mati, itu bukanlah urusan dan wewenang kami. Mengatur nyawa sendiri pun tidak mampu, bagaimana harus mengatur nyawa orang lain? Adapun aku ke sini dengan maksud bicara denganmu dan minta dibebaskannya suamiku yang tidak berdosa, akan tetapi para anjing-anjing penjagamu menghalangi sehingga aku menggunakan kekerasan, siapa yang bersalah dalam hal ini? Ma-taijin, sekali lagi kuminta, karena suamiku tidak berdosa, sekarang juga harus kau bebaskan dia!”

“Sombong! Pemberontak rendah! Tangkap dia...!”

Akan tetapi sebelum para pengawal bergerak mentaati perintah ini, tubuh Yan Cu sudah berkelebat dengan kecepatan yang tak tersangka-sangka oleh semua orang. Tahu-tahu wanita perkasa itu telah meloncat ke dekat Ma-taijin!

“Toloooonggg… tangkap… ahhhh!”

Ma-taijin tak berani bergerak atau berteriak lagi karena golok tajam telah menempel di kulit lehernya, terasa dingin sekali!

“Mundur semua!!” Yan Cu melengking dengan suara mengandung getaran hebat. “Kalau kalian maju, dia akan kubunuh lebih dulu sebelum kubasmi kalian semua!”

Para pengawal menjadi bingung dan Ma-taijin merasa ngeri dan takut bukan main. Terbayang di depan matanya selir-selir yang muda-muda dan banyak, gedungnya, gudangnya, harta benda dan kedudukannya, dan tiba-tiba perutnya terasa mulas dan air matanya bercucuran.

“Jangan bunuh aku...” ratapnya.

“Suruh mereka mundur, dan suruh kepala pengawal membebaskan suamiku, membawanya ke sini. Cepat, kalau aku kehabisan sabar, lehermu akan putus dan aku sanggup membebaskan suamiku dengan kekerasan!”

Yan Cu membentak dan memberi sedikit tekanan pada goloknya sehingga pembesar itu merasa kulit lehernya perih dan sedikit darah mengucur!

“Aihhh... jangan... haiii, semua mundur, dengar tidak? Mundur semua kataku, bedebah! Dan kau, Kwa-ciangkun, lekas kau pergi ke penjara, bebaskan Yap-sinshe, ehhh... ajak dia ke sini... cepat!!”

Semua pengawal terpaksa mengundurkan diri dan hanya menjaga dari sekeliling ruangan depan itu sambil saling pandang dengan bingung. Sebagian besar antara mereka merasa lega dengan perintah Ma-taijin itu, karena tadi mereka merasa khawatir sekali, menyerbu berarti membahayakan keselamatan Ma-taijin, tidak bergerak bagaimana pula melihat pembesar itu diancam!

“Duduklah, Ma-taijin, kita menunggu datangnya suamiku. Engkau lihat, bagaimana mudahnya untuk membunuhmu dan para pengawalmu kalau kami benar-benar merupakan pemberontakan-pemberontakan atau sekutu Pek-lian-kauw. Kami bukan pemberontak, namun aku tahu bahwa dengan perbuatan ini, kami takkan dapat tinggal di Leng-kok lagi. Hanya pesanku, lain kali janganlah engkau sebagai kepala daerah menggunakan kekuasaan untuk bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat jelata. Aku dan suamiku terpaksa menjadi orang-orang kang-ouw lagi karena engkau, dan setelah kami kembali ke dunia kang-ouw, begitu aku mendengar bahwa engkau bertindak sewenang-wenang menindas dan menjatuhkan fitnah kepada rakyat, aku akan datang sendiri untuk mencabut nyawamu!”

Ma-taijin tidak dapat menjawab dan berterima kasih sekali diperbolehkan duduk di atas kursi karena kedua kakinya menggigil dan terutama sekali, yang amat menyiksanya adalah perutnya yang mulas sejak tadi dan hampir dia tidak dapat menahan segala kotoran yang hendak membanjir keluar dari dalam perutnya! Dia hanya mengangguk-angguk tanpa bicara, seperti seekor ayam makan jagung.

Yan Cu berdiri di dekatnya, menodongkan ujung golok di leher dan mengawasi gerak-gerik para pengawal. Diam-diam dia mengharapkan agar jangan ada pengawal yang lancang berani menyerangnya, karena sesungguhnya dia tidak ingin membebaskan suaminya dengan jalan melakukan pembunuhan. Semua ini dia lakukan hanya untuk mengancam belaka, agar suaminya dapat segera bebas.

Tak lama kemudian, datangnya kepala pengawal bersama Yap Cong San. Melihat isterinya menodong Ma-taijin, Cong San melompat dan menegur,

“Aihhh, apa yang kau lakukan, isteriku? Aku sengaja tidak mau menggunakan kekerasan. Aku yakin akan dibebaskan karena tidak bersalah. Akan tetapi engkau…”

“Hemm, orang seperti dia ini mana bisa dipercaya akan menggunakan keadilan suamiku? Pula, aku ingin engkau segera bebas sekarang juga karena aku tidak berhasil mencari Liong-ji! Mari kita pergi!”

Sebelum Cong San sempat membantah, Yan Cu sudah menarik tangan suaminya dan mengajaknya melompat pergi dari tempat itu, melemparkan golok rampasan tadi menancap di depan kaki Ma-taijin sampai ke gagangnya! Demikian cepatnya gerakan suami isteri itu sehingga yang tampak hanya dua bayangan mereka berkelebat dan lenyap.

“Kejar mereka! Kumpulkan semua pengawal! Minta bantuan pasukan! Tangkap, cepat! Tolol kalian semua!”

Ma-taijin berteriak-teriak sambil menuding-nudingkan telunjuknya, akan tetapi dia sendiri memasuki ruangan dalam, terus ke kamar kecil karena perutnya yang memberontak sudah mengeluarkan sebagian isinya ke dalam celananya!

Para pengawal tersebar dan berlari-lari mencari, akan tetapi tentu saja dengan hati kebat-kebit dan penuh keraguan. Setelah bala bantuan datang dan jumlah mereka ada seratus orang, barulah mereka berani melakukan pengejaran dan mendatangi rumah obat tempat tinggal Yap-sinshe.

Akan tetapi tentu saja mereka hanya mendapatkan sebuah toko yang kosong, tidak ada lagi penghuninya kecuali dua orang pelayan yang tidak tahu apa-apa. Dalam kemarahannya, Ma-taijin hanya menyita toko itu, merampas barang-barang toko dan mengumumkan nama Yap Cong San dan Gui Yan Cu sebagai dua orang pelarian!

“Aihhh, semua ini gara-gara Kun Liong, anak bengal itu! Kalau saja dia tidak menumpahkan obat, tentu tidak terjadi semua ini! Dan setelah melakukan perbuatan yang menimbulkan bencana kepada ayah bundanya, dia malah lari minggat, mendatangkan kepusingan baru bagi kita!”

Yan Cu cemberut. Mereka sudah lari ke luar kota Leng-kok, menuju ke selatan dan tadi dia sudah menceritakan kepada suaminya tentang kegagalan usahanya mencari Kun Liong sehingga dia terpaksa pulang karena mengkhawatirkan suaminya. Dia sengaja tidak menceritakan tentang perbuatan Kun Liong yang baru di dusun yang ditemuinya yaitu membakar rumah kepala dusun yang sedang berpesta! Tanpa dibicarakan hal itu pun suaminya sudah marah-marah dan mengomel tentang anak mereka.

“Siapa bilang gara-gara Kun Liong? Memang anak itu menumpahkan obat, akan tetapi apakah dia sengaja menumpahkannya? Kalau dipikir-pikir semua peristiwa ada sebabnya dan jangan kau menyalahkan peristiwa itu. Kalau aku ikut-ikut engkau, tentu aku mencari sebabnya dan kiranya engkaulah yang menjadi gara-garanya.”

“Aku....?”

Cong San bertanya mengalah dan selalu bersikap sabar kepada isterinya semenjak terjadi peristiwa hebat yang hampir saja menghancurkar cinta kasih di antara mereka karena dia telah dibuat gila oleh cemburu (baca ceritaPedang Kayu Harum ). Karena dia merasa berdosa dan bersalah kepada isterinya yang tercinta, maka dia bertobat dan bersikap hati-hati, selalu mengalah kepada isterinya sebagai tebusan dosanya yang lalu.

Akan tetapi ketika dalam urusan dengan Ma-taijin ini isterinya mengatakan bahwa dia yang menjadi gara-gara, dia terkejut juga dan merasa penasaran sehingga dia menghentikan langkah kakinya.

“Ya, engkau...”

Yan Cu berkata. Mereka telah lari jauh dan malam telah hampir pagi, kedua kakinya sudah lelah. Yan Cu berhenti dan duduk di atas sebuah batu besar di dalam hutan itu. Suaminya juga duduk di depannya. Sinar matahari pagi sudah mulai mengusir kegelapan malam, disambut dengan riang gembira oleh suara burung hutan.

“Mengapa aku...?”

“Kalau-kalau dicari sebabnya menjadi panjang sekali. Kun Liong melarikan diri karena takut kepadamu, karena engkau terlalu keras kepadanya. Engkau marah karena dia menumpahkan obat. Dia menumpahkan obat karena dia bermain-main dengan Pek-pek, dan dia murung dan bosan di kamamya, bermain-main dengan Pek-pek karena dia merasa betapa engkau memarahinya ketika dia pergi dan berjumpa dengan tosu Pek-lian-kauw. Andaikata engkau tidak marah kepadanya, tentu dia tidak murung dan tidak bermain-main dengan anjing dan tidak menumpahkan obat, dan para perwira tidak mati, dan aku tidak mengamuk di gedung Ma-taijin, dan anak itu tidak minggat, dan...”

“Stoppp...!” Cong San mengangkat kedua tangan ke atas, lalu merangkul dan menciumi isterinya. “Pusing aku! Sudah... jangan bicara tentang sebab akibat, kalau ditelusur terus, bisa-bisa akibatnya dimulai semenjak nenek moyang kita...”

“Mungkin dimulai sejak dunia berkembang, sejak manusia pertama...” Yan Cu juga tertawa.

Keduanya tertawa, saling rangkul dan saling berciuman, kemudian saling pandang dengan sinar mata penuh cinta kasih, akan tetapi juga penuh keheranan, kemudian menjadi penuh pengertian.

“Aihhh... apa yang kita lakukan ini…?” Yan Cu berkata lirih.

Cong San melepaskan pelukannya dan memandang isterinya.
“Mengertikah engkau apa yang kumengerti? Apakah engkau merasakan apa yang kurasakan saat ini?”

Petualang Asmara







Tidak ada komentar: